Serumpun Betho, Menabung Air Masa Depan

Siaran Pers
Serumpun Betho, Menabung Air Masa Depan
10 March 2025
4

Sore itu, tiga diantaranya perempuan asyik berbicang.  Berjalan   menyusuri jalan setapak Desa Ubedolumolo 1 atau Ube 1, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT. 

 

Sejauh mata memandang, tampak hamparan lahan berbukit namun  minim vegetasi. 

Tak jauh dari situ, beberapa warga sedang sibuk mengangkut bibit-bibit bambu yang  baru saja diturunkan dari truk dan siap ditanam di lahan warga. 

 Ada yang mengangkut dengan motor. Namun, tidak sedikit bambu dibawa langsung di atas kepala ke lokasi tanam. 

„Saya tidak pikir uang dari tanam Bambu. Tapi saya mau tabung air buat anak cucu,“ ungkap Mama Maria, 63 tahun, anggota kelompok Tara Wali, sembari menunjuk  bambu yang ditanamnya, pertengahan  Februari 2025 lalu.

Bentangan bukit yang ada merupakan lahan milik warga, beberapa diantaranya tampak ditumbuhi rumpun bambu meski tak rapat.

Menurut Maria, tiap warga memiliki lahan, baik lahan pribadi atau komunal. Luasannya beragam, berkisar  0,5 ha sampai lebih dari 5 ha.  Sayangnya, di musim kemarau tiba, lahan perbukitan yang terbuka kerap  terbakar. Sebaliknya, longsor di musim hujan . 

 

Sebelumnya, Monika Nau, tetangga Maria,  resah karena  minat orang menanam bambu makin hilang. “Dulu kami pakai bambu untuk rumah. Sekarang sudah jarang pakai bambu. Perubahan zaman sudah,“ katanya  sambil  menerawang . Akibatnya,  minat orang menanam bambu makin berkurang. Sebagian besar, bambu yang masih ada berasal dari peninggalan  leluhur.  

Gerakan  Bambu dan Budaya Ngada

Kehidupan Orang Ngada, lekat dengan bambu. Bagi mereka, bambu bukan  sekadar tanaman melainkan erat dengan adat . Kedekatan bambu dan budaya tampak dari bentuk  rumah khas Ngada yang disebut Sa’o dan kampung tradisional mereka dikelilingi rumpun bambu.    Demikian pula arsitektur dan perabot rumah tradisional yang didominasi bambu. Tak hanya itu, bambu  menjadi syarat bagi laki-laki Ngada meminang calon isteri. 

Tiga unsur  ciri khas orang Ngada  yang bermartabat terlihat saat laki-laki Bajawa meminang perempuan Ngada , dimana pihak perempuan akan memastikan dengan tiga pertanyaan , yaitu dimana rumah adat,  dimana tanah  dan dimana rumpun bambu.“ Tiga unsur wajib orang Ngada yaitu Sa'o Meze: Rumah Adat, Ngia Ngora: tanah, Rapu Bheto: rumpun bambu,“ ungkap Yoakim Philipus, Koordinator Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari yang akrab dipanggil Yopi. Dengan sistem  matrilineal, perempuan memiliki posisi penting dalam kehidupan sosial.  Perempuan menjadi pewaris, pemilik  seluruh kekayaan keluarga, termasuk hutan bambu  milik keluarga. Sementera, lelaki hanya bertugas sebagai penjaga.

Menabung Air dengan Bambu 

Cerita bambu tak bisa dipisahkan dengan ketersediaan air di wilayah Ngada. Di tahun 90an, masyarakat sempat melakukan penanaman bambu melalui gerakan sejuta bambu yang dimotori pegiat bambu, Linda Gartland yang juga pendiri  Yayasan Bambu Lestari. Sayangnya, seiring dengan  waktu, masyarkat  enggan menanamnya kembali. 

Berbeda dengan  warga lain, warga Desa Ube 1 sangat antusias untuk menanami bambu . Sekitar 10.444 bibit atau setara dengan 52 ha  selesai ditanam akhir Februari lalu. Desa Ube 1 menjadi salah satu Lokasi program YBLL bekerja sama dengan Yayasan KEHATI didukung oleh PT. CIMB Niaga. “Kami ingin budi daya bambu kembali agar lahan yang ada jadi hutan bambu,” kata Hendrikus Wika, Ketua Kelompok Tara Wali.

Dari fakta yang ada, banyak mata air muncul di sekitar rumpun bambu. Bahkan, air makin melimpah di sekitar mata air yang ditanami bambu. “Dulu ada mata air di sini yang kering  karena banyak bambu di sekitarnya banyak di tebang. Tapi, setelah ditanami bambu, mata air muncul lagi,“ papar Hendrika Moa, anggota kelompok  dengan antusias. Akar bambu, katanya dapat mengikat air.  Dengan menanami bambu di sekitarnya, maka mata air yang kering akan muncul kembali.  

Selain Ube 1, bambu juga ditanam di empat desa lainnya yaitu Desa Tiworiwu,Desa Turekisa, Desa Ubedolumolo II dan Desa Mukuvoka. “Total penanaman tahun 2024-2025 sebanyak 20.000 bibit yang terdiri dari 3 jenis bambu, yaitu bambu betung, bambu ampel dan bambu ater,“ jelas Puji Sumedi dari Yayasan KEHATI.

Di tahun sebelumnya, kegiatan serupa telah dilakukan. Sebanyak 10.000 bibit bambu di tanami di beberapa Desa di Ngada. Kedepan, penanaman serupa akan terus di lakukan di Kabupaten Ngada. “Anak cucu harus menikmati mata air, bukan air mata,“ pungkas Hendrikus menutup obrolan. (Puji Sumedi/PS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *