“Empat ekor sapi saya diserang Harimau. Dua ekor mati dan dua ekor lagi selamat. Itu kerugian nyata bagi saya. Belum lagi saya dan warga lain tak bisa berkebun. Takut kalau-kalau harimau itu tiba-tiba muncul,”demikian kata Rano, mengenang petaka interaksi negatif antara Harimau Sumatra dengan Manusia. Human Tiger Conflict (HTC) bahasa kerennya.
Rano merupakan warga Maua Hilia, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari (desa) Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). Pada akhir Januari 2022 lalu, kampungnya mendadak mencekam. Sang Raja rimba dikabarkan muncul. Aktivitas warga setempat jadi terganggu, tak bisa berkebun. 41 hari lamanya berlangsung. Gagal panen sudah pasti.
Selain Rano dua warga lain yakni Doni dan Siri Budiman mengalami nasib serupa. Dua ekor ternak kambing Doni, mati. Sementara Dua ekor sapi milik Siri Budiman, mengalamai luka-luka. Kasus Human Tiger Conflict ditempat ini, menjadi catatan sejarah penanganan konflik terlama di Sumatra Barat.
41 hari yang melelahkan hingga akhirnya, seekor harimau sumatra berjenis kelamin betina berhasil masuk kedalam kandang jebak yang dipasang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat. Kira-kira, usianya waktu itu tiga tahun.
Rano berkata, kasus HTC yang terjadi dikampungnya, bukan salah Harimau. Jika manusia tak merusak alam, maka kasus ini tak terjadi. Memang, infonya ada kasus kematian massal babi akibat virus African Swin Fever (ASF) waktu itu yang kemudian disimpulkan salah satu faktor kenapa harimau ini keluar dari habitatnya dan mencari makan di kampung kami.
Tapi, kerusakan alam akibat aktivitas penebangan liar dan alih fungsi lahan juga mempengaruhi kasus munculnya Harimau di beberapa tempat. Saya sering menyaksikan penebangan liar. Suara mesin pemotong kayu riuh terdengar di dalam rimba
“Bukan alam dan satwa yang tak bersahabat. Kayu-kayu di hutan lindung dibabati tangan-tangan tak bertanggung jawab. Sungguh miris. Mereka tertawa berkipas duit. Berbanding terbalik, orang-orang kampung menghitung duka dan saban waktu dihantui bencana. Bencana datang, satwa dilindungi terganggu,”kata Rano
Menurut Rano, Penebangan hutan tidak hanya memicu bencana alam. Binatang-binatang buas pun keluar sarang karena habitatnya terusik dijamah tangan manusia. Tak sedikit laporan Harimau Sumatra mengamuk, memangsa ternak masyarakat di Kabupaten Agam, termasuk milik saya.
Pengalaman pahit itupun, lalu membawa Rano menjadi anggota Patroli Anak Nagari (Pagari), turunan dari program Nagari Ramah Harimau inovasi dari BKSDA Sumatra Barat yang bertujuan menciptakan Nagari (desa) yang bersahabat dan berkontribusi dalam pelestarian harimau sumatra.
“Sejak kasus itu, saya bergabung di tim Patroli Anak Nagari. Tepatnya di tahun 2022 itu.Awal mnya ada tiga anggota, sekarang sudah Sembilan orang anggota. Kami terlibat dalam penanganan konflik satwa liar dilindungi, juga menjaga hutan dari aktivitas penebangan liar. Saya merasa terpanggil,”ujar Rano.
Perwujudan Keterlibatan Masyarakat Dalam Mitigasi Konflik
Nagari Ramah Harimau disebut sebagai perwujudan keterlibatan masyarakat dalam mitigasi konflik. Luaran Nagari Harimau sendiri adalah, terbentuknya Tim Patroli Berbasis Masyarakat yang kemudian diberi nama Patroli Anak Nagari atau Pagari.
“Nagari Ramah Harimau ini, sebuah komunitas kearifan lokal atau adat, dan juga sebagai ujung organisasi pemerintahan terendah. Memiliki peranan yang menentukan dalam upaya pelestarian harimau sumatra. Ada di wilayah rawan HTC. Ini, inovasi kita untuk mencegah potensi konflik dan penanganan awal dengan merespon laporan kejadian konflik secara cepat dan tepat,”kata Kepala BKSDA Sumatra Barat, Ardi Andono.
Dijelaskan Ardi, secara umum dengan kondisi topografi medan yang berbukit serta adanya adat istiadat yang masih dijaga yang mengatur tentang ulayat serta terjalinnya hubungan sejarah antara manusia dan harimau sumatra di Ranah Minang, ikut berdampak positif terhadap keberadaan harimau sumatra.
Merujuk pada laporan adanya kemunculan harimau sumatra yang tinggi kata Ardi, menunjukan adanya kepedulian dari masyarakat bahwa mereka tidak ingin terjadi kerugian di kedua belah pihak. Nagari Ramah Harimau ini, salah satu cara orang Minang menjaga eksistensi Harimau Sumatra.
Menurut adat yang berlaku di Sumatra Barat yang dominasi oleh Suku Minangkabau, harimau dipercaya sebagai penjaga kampung. Bahkan juga, dianggap sebagai makhluk yang terpandang dan dihormati sehingga sangatlah tabu untuk disebut namanya secara langsung.
“Di Minangkabau, harimau mendapatkan julukan atau sebutan Inyiak, Datuak, Angku dan Ampanglimo. Yang berarti dianggap lebih tua, berwibawa dan terhormat. Harimau sumatra disini, juga merupakan simbol budaya dan kehidupan bagi masyarakat,”kata Ardi lagi.
Ardi bilang, di tahun 2019 Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menegaskan bahwa masyarakat Sumbar sangat mengenal harimau, sangat dihormati. Bahkan dihargai dalam tradisi Minangkabau. Irwan saat itu, menjuluki Minangkabau sebagai “The Land of Tiger”. Menurutnya, salah satu simbol tersebut terdapat dalam silat Minangkabau yang dikenal dengan Silek Harimau.
Sementara kata Ardi, pengalaman empiris yang dialami oleh petugas kita, adanya resistensi apabila terjadi sakit atau kematian harimau sumatra di sebuah nagari seperti yang terjadi pada Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman pada tanggal 14 Agustus 2021.
Saat itu, masyarakat menolak upaya BKSDA Sumbar untuk mengambil jasad harimau sumatra yang telah mati. Bahkan, untuk mengambil sampel darah dan kotoran pun dilarang meskipun sudah didampingi oleh pihak kepolisian, TNI dan juga Puskeswan setempat. Masyarakat kata Ardi, justru memakamkan tubuh satwa layaknya manusia di kampung dan diatasnya langsung dicor agar tidak ada yang mencuri jasadnya.
Fenomena ini, juga serupa ketika Bupati Pasaman Barat meminta BKSDA Sumbar yang menangkap harimau sumatra yang kemudian diberi nama Sipogu pada 19 Juli 2021, meminta agar Sipogu dikembalikan ke hutan asalnya yakni di Ujung Gading.
“Nah, berkaca dari hal itu, terdapat korelasi yang sangat kuat antara budaya, adat dan keinginan untuk menjaga harimau sumatra di tingkat Nagari hingga pemerintahan provinsi,”jelas Ardi.
Menurut Ardi Andono, Nagari Ramah Harimau yang terbentuk pada tahun 2021 lalu, tidak hanya berkegiatan menangani konflik. Namun juga menjadi garda terdepan untuk mencegah adanya aktifitas perburuan. BKSDA Sumbar sebagai Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar, berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumbar Nomor: 522.5-417-2018 tentang pembentukan tim koordinasi dan satgas penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar, sudah melaksanakan pelatihan untuk Patroli Anak Nagari (PAGARI) dengan melibatkan para ahli dibidangnya.
“Pagari inilah yang menjadi harapan kita untuk menghentikan semua aktifitas perburuan harimau sumatra. Juga, mencegah atau mengantisipasi munculnya konflik,”ujar Ardi.
Ardi menegaskan, untuk menjaga eksistensi harimau sumatra di habitatnya, tentu saja dibutuhkan langkah jitu untuk meminimalisir terjadinya HTC. Sebuah langkah penanganan yang kemudian didasari dengan tujuan untuk meminimalisir efek negatif terhadap kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan, dan pada konservasi satwa liar dan lingkungannya itu sendiri.
Tujuannya tak lain agar harimau sumatra tetap eksis dibelantara hutan saja dan dapat menjaga keseimbangan ekosistem. Jika Harimau Sumatra punah, maka dampak lain yang akan timbul juga akan banyak.
Menurut catatan Balai Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat, terdapat dua lanskap habitat Harimau Sumatra atau yang sering disebut dengan julukan Inyiak Balang oleh masyarakat Minangkabau. Dua lanskap itu, terdiri dari landskap besar yang meliputi kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Suaka Margasatwa Barisan, Batang Pangean I dan II, hingga Rimbang Baling. Landskap besar ini, memiliki daya tampung untuk 70 ekor harimau sumatra.
Lalu, ada landskap sedang yang membentang mulai dari Cagar Alam Maninjau, Malampah Alahan Panjang, Rimbo Panti, Batang Gadis, hingga Batang Toru Sumatra Utara. Lanskap ini, dapat mendukung kehidupan 20 hingga 70 ekor harimau sumatra.
Saat ini kata Ardi, Nagari Ramah Harimau sudah terbentuk di Nagari Baringin, Kecamatan Palembayan, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Nagari Pasie Laweh, Kecamatan Palupuh, kabupaten Agam, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok, Nagari Sontang Cubadak Kecamatan Galugur, Kabupaten Pasaman dan Nagari Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman. Pemilihan lokasi-lokasi ini, didasarkan kepada riwayat terjadinya konflik antara manusia dengan satwa harimau.
Selain itu juga mempertimbangkan kondisi sosial budaya dan kearifan lokal yang masih berlangsung. Selain konflik, ancaman terhadap kelestarian satwa harimau juga berupa aktifitas perburuan. Beberapa kasus yang berhasil diungkap adalah, upaya perdagangan tulang harimau sumatra, terjadi di Kabupaten Pasaman Barat. Kondisi inilah yang menyebabkan BKSDA Sumbar merasa perlu adanya upaya penyadartahuan ke seluruh tokoh masyarakat bahwa, perburuan harimau sumatra mesti dihentikan.
Bicara soal PAGARI ujar Ardi, beranggotakan masyarakat yang jiwanya merasa terpanggil secara sukarela untuk melakukan kegiatan pencegahan konflik satwa, utamanya harimau sumatra di nagarinya. Serta, mencegah aktifitas perburuan liar.
“Adanya Nagari Ramah Harimau dengan PAGARI nya, sedikit banyak saat ini sudah mulai mampu menyelesaikan potensi konflik menjadi tidak menjadi konflik. Ini, dikarenakan upaya PAGARI melakukan identifikasi secara cepat, mensosialisasikan upaya dan apa saja yang harus dilakukan oleh masyarakat,”tutup Ardi.
Semoga, dengan beragam upaya yang sudah dan akan dilakukan, eksistensi harimau sumatra dapat terus terjaga. Agar kelak, anak cucu kita tidak hanya mendengar cerita dongeng dan melihat harimau sumatra dalam wujud simbol semata
Founder Jejak Harimau Sumatera
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait
Syarat dan ketentuan