Merayakan Hari Sejuta Pohon, Meneladani Konsistensi Sosok Pejuang Alam

Aktivitas, Flora, Kehutanan
Merayakan Hari Sejuta Pohon, Meneladani Konsistensi Sosok Pejuang Alam
10 Januari 2024
606

Key Message: Hari Sejuta Pohon menjadi momen refleksi sekaligus melihat seberapa besar kesadaran kita terhadap keberadaan pohon dan lingkungan. Sementara di luar sana ada banyak sosok yang puluhan tahun hidupnya mendedikasikan pada aktivitas menanam pohon dan menyelamatkan lingkungan. Cerita mereka yang harapannya bisa memberi teladan.

Keyword Utama: Hari Sejuta Pohon

Related Keyword: Hari Sejuta Pohon 10 Januari, Menanam Pohon

 

Merayakan keberlanjutan alam, Hari Sejuta Pohon muncul sebagai momen yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem bumi. Berbicara kesadaran, tak mudah untuk meningkatkan kesadaran publik betapa penting dan perlunya kita menghargai kelestarian pohon.

 

Kendatipun begitu, kita luput sadar bahwasanya ada sosok-sosok hebat di luar sana yang mendedikasikan puluhan tahun hidupnya menanam pohon dan merawat bumi. Siapa saja mereka?

  1. Momen Hari Sejuta Pohon, Thomas Heri Wahyono Menanam Dua Juta Mangrove

Kampung Laut Cilacap pernah memiliki hutan bakau yang rimbun. Sayangnya, pembalakan liar terjadi mulai tahun 1994. Ratusan hektare hutan mangrove hilang berganti tambak-tambak udang. Namun, ketika tambak-tambak tersebut gulung tikar dan mengalami kebangkrutan, yang tersisa adalah gersang dan hutan yang rusak.

Thomas Heri Wahyono menerima penghargaan

Ketua Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap, Wahyono mengatakan bahwa kegiatan penanaman mangrove diawali karena keprihatinan dengan kerusakan hutan mangrove Segara Anakan.

 

“Setiap tahun luasan ekosistem ini mengalami degradasi sebesar 192,96 ha, di antaranya disebabkan oleh penebangan ilegal, pemanfaatan dan alih fungsi lahan untuk pertanian, tambak, pemukiman, industri, dan pemanfaatan lahan lainnya,” Ujar Wahyono.

 

Tak mau berlarut-larut meratapi kondisi hutan yang telanjur rusak, Thomas Heri Wahyono bersama rekan-rekannya memilih untuk bertindak. Mereka pun menanami pesisir Kampung Laut dengan harapan akan kembali hijau.

 

Kini, sudah ada lebih dari 2 juta pohon mangrove yang sudah ditanam oleh Wahyono dan rekan-rekannya. Wahyono juga mengawal prosesnya dari hulu ke hilir. Mulai dari arboretum Kolak Sekancil, proses pembibitan mangrove, penanaman, pengolahan hasil, hingga pengelolaan kawasan hutan melibatkan masyarakat setempat. Alhasil, hutan mangrove tidak hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi.

 

  1. Mak Jah, Dari Tengah Laut Semangat Menanamnya Tak Pernah Padam

Dari Cilacap kita bergeser ke pesisir Utara Jawa, tepatnya di Desa Bedono, Sayung, Demak. Ada Mak Jah sekeluarga yang memilih untuk tinggal kendati kampungnya terendam air laut. Hal ini dia lakukan demi menanam dan menjaga hutan mangrove.

Mak Jah Bedono Demak

Sejak tahun 2001 silam, Desa Bedono dilanda oleh bencana banjir rob hingga menenggelamkan 200 rumah penduduk dan hanya menyisakan Mak Jah bersama keluarga di kawasan tersebut. Namun bukannya pindah, Mak Jah memilih untuk menetap, menanam mangrove dan merawat kawasan hutan yang ada.

 

Baginya, merawat hutan mangrove merupakan pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan. Sebab, menurut Mak Jah ada banyak makhluk hidup yang menggantungkan kelangsungan hidupnya pada ekosistem mangrove.

 

“Lha ini aku kasihan sama burungnya, kalau enggak ada mangrove enggak ada rumah burungnya, makanya ditanam biar bisa jadi rumah burung, ada banyak di sini,” Cerita Mak Jah.

Terhitung lebih dari 10 tahun Mak Jah telah menanam hingga puluhan ribu mangrove di Desa Bedono.

 

  1. Bagi Sururi Selama Masih Sehat, Terus Berjuang!

Sementara itu, di pesisir Utara Kota Semarang tepatnya di Pantai Mangunharjo terdapat sebuah kawasan hutan mangrove terhampar subur. Pantai Mangunharjo telah mengupayakan kegiatan percontohan pelestarian ekosistem untuk wilayah sekitar. Lestarinya hutan mangrove di Pantai Mangunharjo tak lepas dari jasa Sururi, tokoh setempat yang mendedikasikan hidupnya untuk menanam dan menjaga kawasan hutan mangrove.

Sururi dari Mangunharjo Semarang

Semua berangkat dari kekhawatiran Sururi akan ancaman abrasi, mengingat kondisi pesisir yang minim pohon mangrove. Sururi tak ingin apa yang terjadi di Sayung Demak, tempat Mak Jah, terjadi di Mangunharjo. Sejak itu, Sururi mulai menanam. Walaupun banyak yang meragukan usahanya, Sururi tak peduli. Baginya, menanam akan memunculkan daratan baru dan mencegah abrasi.

 

“Kalau kita masih sehat, kita terus berjuang, semoga perjuangan mangrove ini banyak yang meneruskan,” Tutur Sururi.

 

Apa yang Sururi lakukan bertahun-tahun tak sia-sia. Penanaman mangrove di Mangunharjo berdampak positif. Dahulu, jarak antara kampung dengan ujung pantai tak mencapai 1 kilometer akibat tergerus abrasi. Kini, jarak tersebut telah mencapai 3 kilometer.

 

Apa yang dilakukan oleh Thomas Heri Wahyono, Mak Jah, dan Sururi bukan hanya tentang kepedulian dan kecintaan, namun juga semangat dan kegigihan yang terus menerus.

 

Oleh karena itu, pada momentum Hari Sejuta Pohon 10 Januari ini, mari kita bangkit menjadi penjaga alam yang secara aktif terlibat dalam pelestarian hutan dan terus menanam benih kehidupan.

 

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara LindungiHutan bersama Biodiversity Warriors dalam rangka merayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon

Hari Sejuta Pohon, Menanam pohon, opini, pelestari
Tentang Penulis
Muhamad Iqbal dan Muhamad Agung Triyudha Agustiana
LindungiHutan

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan