Menjaga Kesadaran Bumi Butuh Istirahat

Aktivitas, Kehutanan, Perubahan Iklim
Menjaga Kesadaran Bumi Butuh Istirahat
22 April 2025
141
5

Sawah hanya satu kali ditanam padi dalam setahun oleh Suku Semende. Sebab sawah butuh istirahat dalam beberapa bulan. Foto Nopri Ismi-Mongabay Indonesia.

Ibarat makhluk hidup, Bumi juga butuh istirahat. Recovery. Saat ini, Bumi mungkin terlalu lelah dan tubuhnya penuh luka karena dipaksa memenuhi kebutuhan hidup manusia; mulai dari energi, pangan, papan, sandang, serta menanggung berbagai limbah beracun dampak dari aktifitas manusia.

 

Sebagian besar umat manusia tampaknya sulit memberikan waktu untuk Bumi beristirahat. Atas nama pencapaian hidup makmur dan bahagia, sepanjang waktu mengupas, menggali, menghisap, dan mengotori Bumi. Bumi dilarang beristirahat.

 

Dampaknya, seperti dikutip dari LindungHutan, ada lima persoalan lingkungan yang harus diatasi umat manusia, yakni pemanasan global, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, sampah plastik, dan degradasi tanah.

 

Pada tahun 2024 lalu, berdasarkan laporan tim ilmuwan Global Carbon Project yang berbasis di Inggris, emisi CO2 sebesar 37,4 miliar ton, naik 0,8% dari tahun 2023.

 

Pada tahun 2023, dikutip dari DownToEarth, Bumi kehilangan hutan sekitar 6,37 juta hektar. Pada tahun 2024 dan 2025 diperkirakan luasan hutan terus hilang. Di Indonesia, berdasarkan prediksi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wahi) Indonesia akan kehilangan hutan meningkat 500.000-600.000 hektare pada tahun 2025.

 

WWF (World Wide Fund for Nature) yang mengutip earth.org, mengabarkan selama tahun 1970-2016, populasi mamalia, ikan, burung, reptil, dan amfibi, di Bumi mengalami penurunan hingga 68%.

 

Dikutip dari ourworldindata.org, produksi plastik di dunia pada tahun 1950 hanya dua juta ton. Saat ini lebih dari 450 juta ton. Produksi plastik ini menjadi limbah yang mengotori Bumi.

 

Dikutip dari nhm.ac.uk, pada saat ini sepertiga tanah di dunia mengalami degradasi sedang hingga tinggi. Kondisi ini mengancam pangan global, meningkatkan emisi karbon, serta memicu migrasi massal.

 

Dengan gambaran di atas, yang mungkin kondisinya jauh lebih buruk, tidak heran jika Bumi ingin beristirahat, dia harus melahirkan sejumlah wabah penyakit dan bencana alam. Misalnya wabah Covid-19 beberapa waktu lalu, membuat Bumi sedikit lebih segar. Selama wabah virus mematikan tersebut adanya penurunan emisi karbon hingga lima persen.

 

***

Beberapa tahun terakhir, saya mendapatkan sejumlah komunitas yang hidup di sekitar hutan dan laut memiliki kesadaran bahwa Bumi butuh istrahat.

 

Misalnya pada Suku Semende. Suku yang hidup menyebar di sekitar perbukitan Gunung Patah dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di wilayah Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Lampung.

 

Dalam setahun, sawah milik masyarakat Suku Semende hanya satu kali ditanam padi. Proses penanaman padi berlangsung selama enam bulan. Mulai dari membajak sawah, menanam bibit, merawat, hingga panen. Enam bulan lainnya, sawah dibiarkan beristirahat. Sawah dipahami bagian penting dari Bumi sebagai sumber pangan. Di masa istirahat, mereka percaya Bumi akan memperbaiki kondisi sawah.

 

Jika sawah tidak diberi waktu istirahat, mereka percaya Bumi akan marah. Kemarahan Bumi berupa serangan wabah penyakit, musim ekstrim yang membuat kekeringan, banjir, badai, serta mereka akan berkonflik dengan makhluk hidup lainnya, mulai dari belalang, tikus, burung, kera, hingga harimau dan gajah. Mereka akan mengalami krisis pangan dan hidup tidak damai dengan alam.

 

Berdasarkan catatan sejarah dan ingatan bersama Suku Semende, selama ratusan tahun suku yang terbentuk pada abad pertengahan dari pembauran sejumlah keluarga dari Besemah (Sumatra Selatan), Minangkabau (Sumatera Barat), Banten, dan Jawa, mereka tidak pernah mengalami krisis pangan.

 

Menanam padi satu kali kali dalam setahun juga dilakukan berbagai komunitas yang hidup di lahan basah Sungai Musi, Sumatra Selatan. Baik menanam padi di sawah maupun di talang. Mereka percaya sawah dan talang butuh waktu istirahat. Jika hal tersebut dilanggar, mereka akan merugi seperti gagal panen.

 

Beberapa komunitas nelayan di Kepulauan Bangka Belitung setiap tahun melakukan ritual taber laot atau ritual laut. Seperti di Desa Batu Bariga, Kabupaten Bangka Tengah. Setelah digelar ritual, selama beberapa hari, mereka tidak melakukan aktifitas ke laut. Seperti mencari ikan.

 

Bagi mereka, air laut, terumbu karang, bersama makhluk hidup lainnya seperti ikan dan cumi, butuh istirahat, setelah hampir setahun memberi penghidupan bagi manusia. Laut yang diberi waktu istirahat, juga sebagai penanda manusia tidak tamak. Jika tamak, maka Bumi akan mengambil kembali semua ikan dan cumi di lautan.

 

Masyarakat yang hidup di lahan basah Sungai Musi, juga memiliki pemahaman bahwa wilayah perairan, seperti rawa dan lebung, harus diberi waktu beristirahat. Bahkan ada beberapa lebung yang tidak boleh diakses manusia, yang disebut lebung larangan.

 

Rawa dan lebung yang dapat diakses dibiarkan beristirahat pada saat musim penghujan. Selama musim penghujan, mereka percaya Bumi tengah memberi makan atau membesarkan ikan-ikan. Jika manusia terus mencari ikan sepanjang tahun, dan tidak memberi waktu istirahat bagi rawa dan lebung, maka populasi ikannya akan berkurang atau menurun, dan banyak ikan yang ditangkap masyarakat berukuran kecil.

 

Tradisi Nyepi yang dirayakan umat Hindu setiap Tahun Baru Saka dapat dikatakan sebagai upaya memberikan waktu bagi Bumi untuk beristirahat. Filosofi nyepi untuk penyucian manusia dan alam, tentunya membangun suasana sepi, sehingga menghentikan berbagai aktifitas manusia.

 

Ibadah puasa selama bulan Ramadan bagi umat muslim, menurut saya, juga memberikan waktu bagi Bumi untuk beristirahat. Menahan hawa nafsu selama berpuasa, bukan hanya membatasi mengonsumsi pangan, juga membatasi berbagai aktifitas yang merusak atau merugikan Bumi.

 

Ibadah puasa ini bukan hanya dilaksanakan umat muslim dan Hindu, juga umat Budha, Kristen, Yudaisme, dan mungkin berbagai ajaran kepercayaan lainnya di dunia.

 

***

Dari gambaran sederhana tersebut, saya ingin menyatakan bahwa entah beranjak dari kenyakinan maupun ilmu pengetahuan, umat manusia di dunia, khususnya di Indonesia, sejak beratus tahun lalu, sudah memiliki kesadaran bahwa Bumi harus diberi waktu beristirahat. Recovery. Tujuannya tentunya agar kehidupan umat manusia dan Bumi berkelanjutan. Bumi bukan hanya untuk hari ini.

 

Dalam merayakan Hari Bumi kali ini, saya berharap setiap manusia, baik yang hidup saat ini maupun di masa mendatang, dapat atau terus memberikan waktu bagi Bumi untuk beristirahat serta terus mengurangi bebannya dalam memfasilitasi kebutuhan umat manusia. Sehingga kecemasan perubahan iklim global melampaui batas aman pada 2030 dapat dihindari.

 

Caranya? Sudah banyak dan beratus kali disampaikan para peneliti lingkungan, pegiat lingkungan hidup, para pemuka agama, pekerja budaya, akademi, sejumlah politisi, dan lainnya, misalnya mengurangi penggunaan energi kotor atau fosil, menghentikan penggudulan hutan, menjaga terumbu karang, mengurangi penggunaan plastik dan limbah beracun, mengembangkan pangan berkelanjutan, dan banyak lainnya.

 

Mari menjaga kesadaran bahwa Bumi juga butuh istirahat.*

 

Keanekaragaman hayati, biodiversity, hari bumi, opini
Tentang Penulis
Taufik Wijaya
Founder Rumah Sriksetra

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *