Lahan Basah Dan Masa Depan Kita Bersama

Aktivitas, Kehutanan, Perubahan Iklim
Lahan Basah Dan Masa Depan Kita Bersama
2 February 2025
7
0

Tanggal 2 Februari diperingati setiap tahunnya sebagai World Wetlands Day atau Hari Lahan Basah Sedunia. Adanya hari peringatan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat umum untuk mengapresiasi dan menjaga lahan basah sebagai tipe ekosistem yang unik, kompleks, dan berperan penting dalam menunjang kesejahteraan manusia. Namun sudah tercapaikah sasaran ini?

 

Memang upaya untuk menyebarkan informasi tentang lahan basah harus terus dilakukan karena secara umum, arti dan nilai penting lahan basah belum banyak dipahami oleh masyarakat. Akibatnya, lahan basah sering dianggap sebagai bagian lingkungan yang kurang bermanfaat, sehingga kemudian dikeringkan atau dialih fungsikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang populasinya terus meningkat. Dengan demikian, lahan basah menjadi tipe ekosistem yang rentan dan paling terancam keberadaannya; dalam kurun waktu sejak tahun 1970-an, diperkirakan bahwa 35% dari luas lahan basah di dunia telah hilang.

 

Lahan basah merupakan ekosistem peralihan antara ekosistem daratan dan perairan. Peralihan disini tidak hanya diartikan dalam konteks spasial atau ruang perantara, tapi juga peralihan dalam sifat dan fungsi ekosistem. Sifat lahan basah sebagai daerah peralihan justru lebih kompleks daripada ekosistem yang sepenuhnya daratan atau sepenuhnya perairan karena di dalamnya terdapat gabungan karakteristik daratan dan perairan. Keunikan ekosistem lahan basah dicirikan oleh tiga hal: (1) kondisi hidrologi yang khas dan dinamis; (2) tanah atau substrat dasar yang jenuh air atau tergenang sehingga mengakibatkan kondisi fisika-kimia yang khas; dan (3) makhluk hidup yang teradaptasi khusus untuk dapat bertahan dalam kondisi yang ada. Beberapa contoh lahan basah alami di Indonesia adalah hutan mangrove, rawa gambut, padang lamun, muara sungai dan tepian danau. Selain itu, terdapat juga lahan basah binaan manusia seperti sawah, tambak dan waduk.

 

Banyak sekali manfaat atau jasa ekosistem yang kita peroleh dari lahan basah. Sesuai kategori yang dirumuskan dalam Millennium Ecosystem Assessment, jasa ekosistem dapat dibedakan menjadi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa kultural (cultural) dan jasa pendukung (supporting). Ekosistem lahan basah antara lain menjadi sumber penyedia pangan, air, serat, dan sumberdaya genetik. Jasa pengaturan termasuk dalam hal regulasi iklim, regulasi banjir, dan regulasi penyakit; jasa kultural termasuk dalam hal nilai estetika, spiritual dan pendidikan; sedangkan jasa pendukung termasuk dalam hal mendaurkan zat hara. Lahan basah pesisir seperti mangrove, misalnya, berjasa sebagai pelindung pantai, peredam pasang laut dan rob, penunjang kegiatan perikanan, pengendali pencemaran, penyimpan karbon, obyek ekowisata, dan masih banyak lagi. Semua jasa ekosistem lahan basah secara langsung maupun tidak langsung diperlukan untuk menunjang kesejahteraan hidup manusia di muka bumi ini.

 

Tema World Wetlands Day untuk tahun 2025 ini adalah Protecting Wetlands for Our Common Future – Melindungi Lahan Basah Demi Masa Depan Kita Bersama. Melindungi lahan basah berarti menjaga keberlanjutannya sehingga selalu berada dalam kondisi “sehat” sesuai konsep ecosystem health.  Prinsipnya sangat sederhana. Jika dianalogikan dengan manusia, kita pasti menyadari bahwa bila kita berada dalam kondisi sehat, maka kita akan dapat berfungsi optimal dan produktif dalam apa yang kita kerjakan. Demikian pula, jika ekosistem lahan basah berada dalam kondisi sehat, maka ekosistem tersebut akan dapat menyediakan jasa ekosistemnya secara optimal. Sebaliknya, jika rusak atau terdegradasi, maka lahan basah tidak akan dapat menyediakan jasa ekosistem yang diperlukan untuk menunjang kesejahteraan manusia. Artinya, manusialah yang pada akhirnya akan merugi dan menanggung dampak dari kerusakan tersebut.

 

Untuk menggambarkan bagaimana lahan basah menentukan kesejahteraan kita di masa depan, mari kita lihat satu saja contoh jasa ekosistem yang kini menjadi perhatian dunia. Di tengah urgensi upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global, ekosistem lahan basah berperan penting sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Ekosistem lahan basah seperti hutan rawa gambut dan hutan mangrove di Indonesia menyerap karbon dari atmosfer, menyimpannya sebagai biomassa tumbuhan, dan mengendapkannya dalam sedimen tanah atau substrat tempat tumbuhnya melalui proses-proses alami. Ekosistem lahan basah diketahui sangat efisien dalam menyerap dan menyimpan karbon, bahkan dengan laju dan kemampuan penyimpanan yang jauh lebih tinggi daripada hutan tropis yang bukan merupakan lahan basah. Pada semua ekosistem yang bervegetasi, karbon tersimpan dalam biomassa tumbuhan hidup untuk jangka waktu yang relatif singkat (tahun atau puluhan tahun); namun karbon yang tersimpan dalam tanah ekosistem lahan basah sangat ekstensif dan dapat terperangkap untuk jangka waktu yang sangat lama (abad sampai millennia) sehingga membentuk simpanan karbon yang sangat besar. Hal ini terjadi karena tanah lahan basah yang jenuh air mempertahankan kondisi anaerob (oksigen rendah atau tidak ada), sehingga penguraian oleh mikroba berlangsung lambat atau tidak sama sekali, dan materi organik yang tidak teruraikan terus terakumulasi dan meningkatkan simpanan karbon. Namun perlu berhati-hati, sejalan dengan prinsip kesehatan ekosistem yang sudah disinggung sebelumnya, ekosistem lahan basah berpotensi menjadi “pedang bermata dua” jika tidak dikelola dengan tepat. Di satu sisi, ekosistem lahan basah yang sehat akan menjadi penyimpan karbon yang efektif. Tapi di sisi lain, pengeringan dan perusakan ekosistem ini justru akan meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memperparah efek pemanasan global.

 

Semoga sudah jelas bahwa masa depan kita bersama sangat berkaitan dengan kesehatan lahan basah yang menyediakan jasa ekosistem penting bagi kesejahteraan manusia. Untuk memastikan keberlanjutannya, lahan basah perlu dikelola secara tepat, yaitu dengan melindungi lahan basah yang ada, serta merestorasi atau merehabilitasi lahan basah yang terdegradasi. Lebih penting lagi adalah bagaimana kita semua dapat berkontribusi untuk mencapai sasaran tersebut.

 

Selamat Hari Lahan Basah Sedunia!

Foto cover: https://betahita.id/news/lipsus/9848/besar-manfaatnya-tapi-lahan-basah-diabaikan.html?v=1707068389

Tentang Penulis
Devi N. Choesin
Dosen Kelompok Keilmuan Ekologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB

Institut Teknologi Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *