Data biodiversitas, penting tapi tidak mudah dikumpulkan
Apa saja spesies yang hidup di sekitar kita? Di mana kita bisa menemukan satu spesies tertentu? Manakah daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering tercetus oleh para pemerhati kehidupan liar. Pertanyaan-pertanyaan ini juga penting bagi para penentu kebijakan karena mempertahankan keanekaragaman hayati di suatu lokasi memerlukan data dasar mengenai jenis-jenis yang ada di lokasi tersebut pada waktu tertentu.
Selama ini, data mengenai keberadaan suatu jenis biasanya dilaporkan oleh peneliti profesional, semisal para peneliti yang bekerja di universitas, lembaga penelitian atau lembaga konservasi swadaya. Kadang-kadang, mahasiswa yang sedang membuat karya ilmiah atau sekelompok mahasiswa yang melakukan ekspedisi juga melaporkan keberadaan spesies-spesies tertentu. Data-data dari survei lapang secara klasik ini lalu digunakan untuk memahami kondisi konservasi global, misalkan untuk menentukan kategori keterancaman dalam daftar merah IUCN. Dana terbesar untuk mendapatkan data ini adalah untuk membayar kerja orang (Juffe-Bignoli et al. 2016). Mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan data ini, belum lagi sedikitnya peneliti profesional untuk menjangkau semua wilayah, tidak heran bahwa banyak lokasi-lokasi di Indonesia yang sama sekali tidak ada datanya. Sebagai contoh, penelitian Kusrini et al (2021) mengenai data penyebaran amfibi dan reptil di Jawa dan Bali, pusat utama peneliti di bidang hidupan liar, menunjukkan bahwa data terpusat pada Jawa Barat dan kawasan konservasi.
Peneliti amatir sebagai prajurit pengumpul data biodiversitas
Sejak lama, terutama di negara maju di Eropa dan Amerika Utara, banyak peneliti amatir yang mencatat keberadaan hidupan liar di sekitar mereka. Disebut peneliti amatir karena mereka bisa dari berbagai profesi, entah dokter, tukang kayu, anak-anak sekolah, ibu rumah tangga dan lainnya. Kegemaran mereka hanya satu, mengamati hidupan liar. Sebagai contoh, mereka bisa mengamati burung yang datang pertama saat musim semi atau mencatat tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitar rumah mereka. Kadang-kadang mereka bergabung menjadi satu komunitas, bersama-sama melakukan pengamatan dan berbagi data. Inilah cikal bakal kegiatan citizen science atau sains warga. Kegiatan sains warga sekarang sudah banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan data keanekaragaman hayati dengan biaya yang terjangkau. Kegiatan ini bahkan dianggap memberikan kontribusi yang nyata dalam monitoring keanekaragaman hayati secara global (Chandler et al. 2017). Pada dasarnya para penggiat ini adalah sukarelawan yang karena kegemarannya mengamati hidupan liar dapat menjadi “prajurit” untuk penelitian di bidang konservasi (Oberhauser dan Prysby 208). Biasanya data yang diperlukan cukup sederhana, yaitu keberadaan spesies tertentu beserta buktinya (umumnya foto) lalu lokasi dan waktu pengamatan.
Sebelumnya, banyak penyuka hidupan liar yang membagikan foto-foto keberadaan spesies tertentu melalui media sosial. Sayangnya data yang berserak ini sulit untuk dimanfaatkan peneliti sehingga kemudian dikembangkan berbagai aplikasi yang dapat “menangkap” informasi seperti ini. Saat ini ada banyak aplikasi sains warga yang membantu untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengelola data semisal iNaturalist atau eBird yang merupakan aplikasi global. Data umumnya dikelola oleh organisasi tertentu untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Kegiatan oleh para sukarelawan ini pada dasarnya adalah kegiatan gotong royong membantu peneliti dan praktisi konservasi untuk memperoleh data keberadaan spesies. Data-data ini juga kebanyakan terbuka sehingga bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, walaupun berbagai aplikasi juga menyertakan fitur rahasia agar data spesies terancam yang dianggap sensitif bisa disembunyikan dan hanya bisa diakses oleh peneliti dan pemilik data.
Sains warga untuk mendata biodiversitas di Indonesia
Kegiatan sains warga untuk mendata biodiversitas Indonesia belum banyak. Kegiatan sains warga untuk mendata burung di Indonesia oleh para pengamat burung biasanya dikoordinir melalui kegiatan pengamatan bersama dan datanya bisa dimasukkan melalui aplikasi burungnesia, eBird atau bahkan dalam bentuk formulir (Squires et al. 2021). Sedangkan sains warga untuk herpetofauna (amfibi dan reptil) diwadahi oleh Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita yang memasukkan data melalui project Amfibi Reptil Kita di iNaturalist (https://www.inaturalist.org/projects/amfibi-reptil-kita-ark). Kegiatan yang dimotori oleh Fakultas Kehutanan & Lingkungan IPB dan Perkumpulan PHI ini sudah berjalan sejak tahun 2017 (Kusrini et al. 2019, Maharani et al. 2022). Lalu ada juga kegiatan pengamatan kupu-kupu di wilayah urban oleh tim RCCC UI (https://www.kupukita.org/). Data-data dari kegiatan ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan data penyebaran spesies dalam bentuk atlas, semisal yang telah diwujudkan dalam bentuk Atlas Burung Indonesia (Winasis et al. 2020). Jadi para pejuang kehati, ayo catatkan pengamatan anda melalui aplikasi sains warga dan bagikan data itu untuk konservasi jenis di masa depan!
Daftar Bacaan:
Chandler M, See L, Copas K, Bonde AMZ, López BC, Danielsen F, Legind JK, Masinde S, Miller-Rushing AJ, Newman G, and 2 other authors. 2017. Contribution of citizen science towards international biodiversity monitoring. Biological Conservation 213: 280–294.
Juffe-Bignoli D, Brooks TM, Butchart SHM, Jenkins RB, Boe K, Hoffmann M, Angulo A, Bachman S, Böhm M, Brummitt N, Carpenter KE, and 32 other authors. 2016. Assessing the Cost of Global Biodiversity and Conservation Knowledge. PLOS ONE 11: e0160640.
Kusrini MD, Hamidy A, Prasetyo LB, Nugraha R, Munir M, Arida E, Rahmania M, Riyanto A, Eprilurahman R, Satria D, Janiawati IAA. 2019. Mobilizing Citizen to Document Herpetofauna Diversity in Indonesia. p. 26–35.
Kusrini MD, Hamidy A, Prasetyo LB, Nugraha R, Andriani D, Fadhila N, Hartanto E, Afrianto A. 2021. Creation of an amphibian and reptile atlas for the Indonesian islands of Java and Bali reveals gaps in sampling effort. Herpetology Notes 14: 1009–1025.
Maharani N, Kusrini MD, Hamidy A. 2022. Increasing Herpetofauna Data Through Citizen Science in Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 950: 012063.
Oberhauser K, Prysby MD. 2008. Citizen science: creating a research army for conservation. American Entomologist 54: 103–104.
Squires TM, Yuda P, Akbar PG, Collar NJ, Devenish C, Taufiqurrahman I, Wibowo WK, Winarni NL, Yanuar A, Marsden SJ. 2021. Citizen science rapidly delivers extensive distribution data for birds in a key tropical biodiversity area. Global Ecology and Conservation 28: e01680.
Winasis S, Yuda IP, Imron MA, Iqbal M, Rudyanto, Wahyudi HA (Eds). 2020. Atlas Burung Indonesia: wujud karya peneliti amatir dalam memetakan burung nusantara. Batu, Malang: Yayasan Atlas Burung Indonesia.
Dosen Fakultas Kehutanan & Lingkungan, IPB University
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait
Syarat dan ketentuan