BUKAN SEKADAR POHON: MANGROVE SEBAGAI RUMAH SAKIT BIODIVERSITAS PESISIR

Aktivitas, Flora, Kelautan, Tumbuhan
BUKAN SEKADAR POHON: MANGROVE SEBAGAI RUMAH SAKIT BIODIVERSITAS PESISIR
3 December 2025
4
0

Ada aroma khas yang hanya bisa ditemukan di perbatasan antara daratan dan lautan. Aroma tersebut bukanlah bau garam yang tajam seperti di pantai berpasir putih, melainkan aroma yang lebih berat dan pekat. Ini adalah aroma lumpur basah, sebuah komposisi dari dedaunan busuk, air payau, dan kehidupan mikroskopis yang sedang bekerja keras. Bagi sebagian orang, aroma ini mungkin tidak nyaman. Namun, bagi mereka yang mengerti, aroma tersebut adalah aroma kehidupan, aroma 'napas' bumi pesisir yang sedang berjuang menjaga kita tetap hidup.

Sayangnya, kita sering memandang mangrove dengan sebelah mata. Bagi yang berpikir bisnis semata, hutan mangrove hanyalah lahan basah yang perlu ditimbun tanah keras untuk hotel atau kawasan industri. Di mata 'awam' lainnya, ia hanyalah semak belukar liar yang penuh nyamuk. Namun, saat krisis iklim mengetuk pintu rumah kita melalui banjir rob yang makin tinggi dan badai tropis yang ganas, kita dipaksa untuk melihat kembali pada ekosistem yang hidup di tanah berlumpur ini. Kita mulai menyadari bahwa barisan pohon bakau itu adalah infrastruktur alami tercanggih, sebuah benteng garis depan sekaligus rumah sakit bagi keanekaragaman hayati.

Ilusi Beton dan Ketangguhan Akar

Kenaikan muka air laut bukan lagi mitos, melainkan fakta yang dirasakan warga pesisir utara Jawa, Sumatera, hingga pulau-pulau kecil di Indonesia. Secara teknis, manusia cenderung merespons ancaman air dengan melawannya menggunakan beton. Padahal, secanggih apapun betonnya, jika dihantam ombak terus menerus, ia akan retak bahkan hancur. Ketika air laut naik melampaui tinggi tanggul, beton itu nyaris tidak berguna.

Di sinilah letak kejeniusan mangrove. Ia tidak melawan alam, melainkan beradaptasi sebagai bio-shield. Berbeda dengan tembok beton yang kaku, mangrove meredam energi gelombang, bukan memantulkannya. Yang lebih menakjubkan lagi, mangrove memiliki kemampuan alami mengikat sedimen di antara akar-akarnya. Proses ini secara langsung meningkatkan tinggi permukaan tanah di bawahnya. Artinya, saat muka air laut naik, mangrove mampu "membangun" daratannya sendiri agar tetap berada di atas air. Beton tidak bisa melakukan ini; ia tidak bisa memperbaiki diri sendiri saat retak. Mangrove hanya butuh dibiarkan tumbuh dengan tenang.

Arsitektur yang Menyelamatkan Nyawa

Cobalah perhatikan keajaiban 'akar' yang menjadi kunci kekuatan mangrove. Ia tumbuh di tanah lunak yang labil dan miskin oksigen. Lihatlah akar tunjang pada jenis Rhizophora yang melengkung seperti kaki laba-laba, menancap tegas ke lumpur. Atau perhatikan akar napas pada jenis Avicennia atau Sonneratia yang mencuat seperti ribuan pensil yang berusaha menggapai langit.

Bentuk akar tersebut adalah alat bertahan hidup untuk bernapas dan berdiri tegak. Struktur akar yang rapat ini bekerja layaknya saringan raksasa, menjebak lumpur agar tanah pesisir tidak tergerus ke laut, sekaligus menambah daratan. Struktur akar yang kompleks ini memecah energi air pasang yang ganas. Di pantai yang gundul atau hanya dilapisi beton, badai akan menghantam dengan kekuatan penuh. Namun, hutan mangrove akan 'memeluk' badai tersebut, kemudian menyerap kemarahannya, dan melindungi desa nelayan di belakangnya. Ini adalah mitigasi bencana yang paling murah, efektif, dan berkelanjutan.

Rumah Sakit, Panti Asuhan Biodiversitas, Rantai Makanan dan Meja Makan Kita

Menganggap mangrove hanya sebatas 'tembok alami' adalah penghinaan terhadap kompleksitas ekosistemnya. Jika fungsi fisiknya adalah benteng, maka fungsi biologisnya adalah Rumah Sakit bersalin dan panti asuhan bagi ikan, udang, kepiting dan biota lainnya yang berasosiasi dengannya. Fungsi mangrove ini biasa disebut sebagai Nursery Ground.

Di sela-sela akar yang melilit itu, terdapat kehidupan yang aman dari predator besar. Ikan karang, udang, dan kepiting menitipkan anak-anak mereka di sini. Larva dan ikan juvenil berlindung, makan, dan tumbuh besar di balik akar yang rapat. Tanpa mangrove, siklus hidup mereka terputus; 'Rumah Sakit' itu tutup. Akibatnya, populasi ikan di laut lepas akan runtuh.

Lebih jauh lagi, hutan mangrove adalah habitat bagi kepiting bakau bernilai ekonomi tinggi dan kerang-kerangan yang menjadi sumber protein warga. Di bagian atas, tajuk pohonnya menjadi tempat bersarang ribuan burung air dan rest area vital bagi burung migran antarbenua. Hutan mangrove yang kaya biodiversitas menandakan sistem penyaring alami sedang bekerja; ia menyerap polutan sebelum mencemari laut, layaknya sistem pengolahan limbah raksasa yang bekerja 24 jam secara gratis.

Selain itu, sering kali orang yang tinggal jauh dari laut berpikir mereka tidak terpengaruh oleh kondisi mangrove. Padahal, makanan laut yang mereka nikmati di piring dataran tinggi berasal dari siklus panjang yang bergantung pada Nursery Ground mangrove. Ketahanan pangan kita, terutama sumber protein laut, sangat bergantung pada kesehatan mangrove.

Penutup

Mangrove mengajarkan kita bagaimana bertahan hidup: ketangguhan berasal dari fleksibilitas, bukan kekakuan. Kekuatan sejati bukan pada tingginya tembok, melainkan seberapa kuat akar kita mencengkram dan seberapa luas kita memberi manfaat.

Melestarikan mangrove pada hakikatnya adalah tindakan "egois yang mulia". Kita menyelamatkan mereka sekaligus menyelamatkan ikan-ikan yang menjadi santapan kita. Mangrove adalah benteng hijau yang tidak pernah tidur dan rumah sakit yang selalu buka. Di tengah ancaman kenaikan air laut, sudah saatnya kita menyadari bahwa pahlawan pelindung kita tidak memakai jubah, tapi berdiri diam dalam lumpur, berakar kuat, dan berdaun hijau.

#konservasi, #mangrove, #tumbuhan, Keanekaragaman hayati, biodiversitas
Tentang Penulis
Samsul Hadi
Dosen Institut Teknologi dan Kesehatan Aspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *