Pelantikan KSP Macaca UNJ di Bodogol: Menyemai Cinta untuk Primata

Aktivitas, Satwa
Pelantikan KSP Macaca UNJ di Bodogol: Menyemai Cinta untuk Primata
24 Januari 2025
0

Sekumpulan mahasiwa pergi ke hutan. Mencatat alam, menakar mimpi. Menjaga primata tetap lestari.

Perjalanan menuju Resort Bodogol. Foto: Nur Rachmah Salsabila.

Bunyi rintik menghantam atap seng adalah musik latar yang mengiringi cerita ini. Hujan yang tadinya cuma gerimis, tiba-tiba semakin deras. Para calon anggota baru KSP Macaca UNJ pun tidak punya pilihan lain selain berteduh di warung-warung terdekat. Sembari menunggu hujan reda, mereka melontarkan canda, saling menguatkan satu sama lain. Awal perjalanan yang cukup berat, memang. Namun, mereka yakin banyak hal baik menunggu di ujung perjalanan ini.

Kelompok Studi Primata "Macaca" Universitas Negeri Jakarta, atau singkatnya KSP Macaca UNJ, baru saja melaksanakan pelantikan anggota baru. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat, pada 16-19 Januari 2025 lalu. Tidak hanya sebagai bentuk regenerasi anggota organisasi, pelantikan ini juga merupakan sebuah pembelajaran untuk calon anggota baru KSP Macaca UNJ. Para calon anggota yang telah mempelajari dasar biologi primata, beserta metode penelitian dan peralatan yang digunakan dalam pengambilan data, akan mengaplikasikan ilmu yang telah mereka pelajari sebelumnya.

Ada empat belas calon anggota yang akan dilantik pada kegiatan ini. Bersama panitia, mentor, dan anggota KSP Macaca UNJ lainnya, semuanya mencapai hingga lima puluh orang. Di Terminal Kampung Rambutan mereka semua beramai-ramai menumpangi bus menuju Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Sukabumi. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan long march menuju Resort Bodogol. Berjalan kaki sambil menggendong ransel carrier tentu saja bukan hal yang mudah. Apalagi buat mereka yang baru pertama kali melakukannya. Sesekali terdengar satu dua keluh, soal bagaimana mereka seharusnya melatih fisik lebih giat lagi, atau soal rasa rindu mereka terhadap kasur yang empuk di rumah. Ditambah cuaca yang tidak bersahabat, perjalanan ini terasa semakin berat.

Sesampainya di Resort Bodogol, peserta dapat beristirahat sejenak. Cukup lama lah untuk sekadar meredakan rasa pegal yang sedari tadi menggelayuti kaki. Namun, perjalanan belum selesai; Mereka masih harus melanjutkan treking beberapa kilometer lagi untuk sampai ke PPKA Bodogol. Melewati tanah becek berlumpur, hujan yang masih terus mengguyur, dan karena senja sudah berlalu, kali ini mereka harus melewati semuanya dalam gelap malam, bersama dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Peserta sampai di PPKA Bodogol pada malam hari.

Malam sudah larut saat peserta akhirnya sampai di PPKA Bodogol. Foto: KSP Macaca UNJ


Para interpreter, atau lebih akrab disapa "Mamang". Foto: Yasmine Afiani Gumilar.

Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

Pagi datang bersama dengan para interpreter yang siap memandu pengamatan hari ini. Agak sulit membedakan asap rokok yang mereka embuskan dengan kabut yang selalu turun hampir setiap pagi. Semua anggota KSP Macaca UNJ lebih senang memanggil mereka "Mamang", bahkan jika interpreternya seorang perempuan. Sudah begitu kebiasaannya sejak dulu. Melihat para mamang telah siap, semua peserta buru-buru menghabiskan sarapannya, mengemas bekal makan siang, dan segera berkumpul di tengah lapang.

"Hari ini kita akan melaksanakan pengamatan pertama kita. Ingat, selalu patuhi arahan dari mamang yang menemani kelompok kalian," Ujar Mang Ae, seorang interpreter senior di PPKA Bodogol. Setelah mendapat arahan, semua peserta yang terbagi ke dalam empat kelompok berpencar ke jalur pengamatannya masing-masing. Sesuai jumlah kelompok, ada empat jalur pengamatan di PPKA Bodogol. Ada jalur Cikaweni-Rasamala, Pasir Buntung, Cipadaranteun, dan Afrika Kanopi. Jalur yang terakhir itu dikenal paling menantang karena tanjakannya yang begitu curam. Untuk dapat mendakinya, pelintas harus berpegangan kuat-kuat pada tali tambang yang disediakan sambil berjalan perlahan ke atas. Tantangan tersebut tentu saja sebanding dengan keindahan air terjun Cisuren yang bisa dinikmati setelahnya.

Mengamati Primata di Habitat Aslinya

Seekor owa jantan melintas tidak jauh dari gerbang PPKA Bodogol. Muhammad Rasya (18), salah seorang calon anggota KSP Macaca UNJ, mengecek jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.32 pagi.  Owa tersebut merupakan primata pertama yang dijumpainya semenjak sampai di PPKA Bodogol. Tentu saja ia sudah pernah melihat owa secara langsung sebelumnya. Tapi itu di kebun binatang. Melihat satwa liar di habitat alaminya merupakan pengalaman yang jauh berbeda. "Tidak seperti di (Taman Margasatwa) Ragunan, owa di sini cenderung menjauhi manusia. Kami pun hanya bisa mengamatinya dari jauh," Rasya menceritakan pengalamannya. "Begitulah perilaku alaminya. Memang seharusnya seperti itu," lanjut Rasya.

Setelah berhenti sejenak untuk mengamati owa tadi, Rasya dan kelompoknya kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalur pengamatan. Begitulah yang mereka lakukan setiap terjadi perjumpaan dengan satwa primata. Mereka berbagi tugas. Ada yang mengamati primata menggunakan teropong binokular, ada yang mengukur sudut dengan bantuan kompas dan inklinometer, dan ada juga yang mencatat hasil pengamatan. Banyak hal yang mereka catat, mulai dari posisi primata lengkap dengan sudutnya, aktivitas primata yang sedang mereka jumpai, bahkan hingga jejak makanan yang ditinggalkan satwa primata. Sesekali mereka bertanya kepada mamang yang menemani untuk mendapatkan informasi tambahan.

Muhammad Rasya (kanan) menyimak penjelasan dari interpreter. Foto: KSP Macaca UNJ.

Naila Ananda (20), yang merupakan salah satu panitia pelantikan, menceritakan pengalaman yang sedikit berbeda dengan Rasya. Ia dan kelompoknya 'dihampiri' oleh seekor owa jawa yang berukuran cukup besar. "Awalnya lumayan jauh, tapi lama-lama dia mendekat. Aku bahkan bisa memotretnya dengan jelas menggunakan kamera ponselku," ungkap Naila. Interpreter yang mendampingi kelompok tersebut menduga, owa yang lewat tadi tidak menyadari kehadiran para pengamat sehingga berani dekat-dekat dengan mereka. "Kalau dia (owa) sadar, pasti langsung menjauh. Normalnya sih begitu," ungkap sang interpreter.

Seekor owa jawa melintas di ranting pepohonan

Seekor owa jawa melintas di jalur Rasamala. Foto: Naila Ananda.

Selain owa jawa, Naila juga berpapasan dengan jenis primata lainnya. Di antaranya ada lutung budeng, surili, dan monyet ekor panjang. "Aku juga ketemu jejak tapak kaki om dan pipisnya," tambah Naila. "Om" sendiri merupakan sebutan lokal untuk macan tutul jawa. "Dari baunya sepertinya masih baru. Masih segar".

Seekor induk lutung budeng bersama anaknya yang berwarna jingga

Induk lutung budeng bersama anaknya. Foto: Yasmine Afiani Gumilar.

Setelah menghabiskan empat hari di PPKA Bodogol, para calon anggota kini sudah resmi sebagai anggota baru KSP Macaca UNJ. Perjalanan mereka yang penuh tantangan, mulai dari fisik yang diuji hingga pengalaman berharga di jalur pengamatan, menjadi kenangan manis yang akan sulit dilupakan. Selain itu, data yang mereka kumpulkan selama pengamatan akan diolah menjadi artikel ilmiah tentang primata di PPKA Bodogol.

Namun, tugas mereka belum selesai bahkan setelah menyelesaikan artikel ilmiah. Pengetahuan dan pengalaman baru yang mereka bawa pulang dari PPKA Bodogol menjadi bekal penting bagi mereka untuk menyadari pentingnya keseimbangan alam dengan satwa primata sebagai salah satu pemeran kuncinya. Para anggota baru KSP Macaca UNJ kini memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan kepedulian terhadap konservasi kepada orang-orang terdekat di lingkungan mereka. Sebab, sebagaimana pelantikan mereka yang penuh perjuangan, konservasi adalah perjalanan panjang yang tak bisa dilakukan seorang diri. Butuh kesadaran kolektif dan partisipasi banyak pihak untuk memastikan satwa primata dan habitatnya terus lestari hingga generasi mendatang.

Primata, biodiversitas, monyet
Tentang Penulis
Umar Ahmad Muslih
Universitas Negeri Jakarta

Tinggalkan Balasan

2025-01-24
Difference:

Tinggalkan Balasan