Mereka Juga Butuh Air, Apalagi Kita

Kelautan
Mereka Juga Butuh Air, Apalagi Kita
27 Maret 2020
3501

 

Sejarah Peradaban sungai sudah sangat lama. Peradaban sungai adalah peradaban yang sehari-harinya menggunakan sungai sebagai kehidupannya. Beberapa contoh umum adalah peradaban Mesir Kuno (Sungai Nil), Sabit Subur (Sungai Tigris/Efrat), Cina Kuno (Sungai Kuning), India Kuno (Sungai Indus) dan ada juga di Indonesia seperti salah satunya yaitu Sungai Karang Mumus (Sub Daerah Aliran Sungai Mahakam) Provinsi Kalimantan timur lebih tepatnya di Kota Samarinda yaitu merupakan anak Sungai dari Sungai Mahakam.

Dalam sejarahnya Sungai Karang Mumus ini sudah dari dulu memiliki peradaban manusia yang hidup disekitarnya. Hal ini tercatat dalam kitab klasik beraksara Arab Melayu berjudul Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara tentang Sumber sejarah kampung kuno Karang Mumus. Kitab ini ditulis oleh juru tulis Kerajaan Kutai Kertanegara yaitu Khatib Muhammad Thahir pada 1849.

Tidak hanya peradaban manusia yang hidup disekitar sungai, ada juga kehidupan lainnya seperti kehidupan Flora, Fauna dan ekosistem sungai lainnya. Salah satu contohnya yaitu Kelompok burung atau aves, yang dimana kelompok burung menggunakan sungai sebagai habitatnya serta tempat mencari pakan mereka.

Dalam buku “DINAMIKA INTERAKSI HULU-HILIR DAERAH ALIRAN SUNGAI, Studi Kasus : Pengelolaan Sungai Karang Mumus, Kalimantan Timur yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian penduduk - LIPI tahun 2014 hal.26”, bahwa teracatat ada berabagai macam jenis burung yang dapat ditemukan di sekitar Sungai Karang Mumus dengan jumlah yaitu 30 jenis burung. Tetapi pada saat ini telah dilaksanakan monitoring avifauna (burung) pada bulan Februari - Maret 2020 yang dilakukan oleh Mahasiswa Penyayang Flora Fauna (MAPFLOFA) Fahutan UNMUL selama sebulan penuh. Jumlah jenis yang didapatkan hanya 19 jenis saja. Dapat dilihat perbandingan jenis burung pada tahun 2014 dengan tahun 2020 mengalami penurunan. berikut adalah jenis-jenis yang ditemuakan pada tahun 2020

Yang kita ketahui bersama bahwa indikator kualitas air sungai dapat dilihat dari satwa bioindikator, salah satunya jenis kelompok burung. Hal ini secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kualitas air di Sungai Karang Mumus sudah tercemar atau tidak baik. Kualitas air Sungai Karang Mumus menurut data Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda dari tahun 2009 sampai 2012 dinyatakan dalam keadaan tercemar. 

Hal ini terjadi karena berbagai macam faktor yang mempengaruhi kualitas air sungai, antara lain yaitu aktivitas membuang sampah ke sungai, limbah cair dan penggunaan jamban di atas sungai. Tidak menutup kemungkinan hal ini terjadi karena begitu banyak pemukiman warga yang mendirikan bangunan di areal sempadan (zona penyangga antara ekosistem perairan dan daratan) sungai.

Sumber foto: Alfiandy Nasrullah

Sungai yang tercemar tidak hanya mengganggu kehidupan manusia, tetapi juga membuat kehidupan satwa merana karena begitu banyak pakan satwa atau burung yang diambil di sungai tercemar serta mengakibatkan ke-eksotisan beberapa jenis burung hilang. Begitu pula manusia yang masih menggunakan sungai sebagai kebutuhan sehari-hari seperti mencuci dan memasak akan menggangu kesehatan mereka karena air yang digunakan tercemar. Dampak selanjutnya yaitu banjir karena sungai yang tersumbat diakibatkan sampah yang menumpuk sehingga membuat Sungai Karang Mumus meluap.

Jadi, dapat dilihat pentingnya menjaga kualitas air sungai karena bisa saja akan merugikan manusia dan juga ekosistem di sekitarnya. Ketika kita menjaga kualitas air sungai dengan cara tidak membuang sampah ke sungai, tidak membuang limbah cair ke sungai akan sangat berdampak baik bagi ekosistem sungai serta manusia.

“Sungai bersih, merupakan kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup" #Justiceforecology #ecualityforall.

.

.

.

.

#bwkehati #hariairsedunia #bwchallenge

Tentang Penulis
Alfiandy Nasrullah
Universitas Mulawarman

Tinggalkan Balasan

2020-03-28
Difference:

Tinggalkan Balasan