Kelinci Belang Sumatera dengan nama ilmiah Nesolagus netscheri adalah salah satu mamalia endemik di Pulau Sumatera yang populasinya sudah tidak banyak lagi di alam liar. Mirisnya, masih banyak masyarakat yang tidak mengenal spesies langka satu ini. Sungguh sangat disayangkan, padahal dengan banyaknya informasi beredar mengenai keberadaan si kecil nan lincah ini, pastinya "Awareness" masyarakat untuk melindungi hewan satu ini akan semakin tinggi.
Dikutip dalam Cabinet Magazine yang ditulis oleh Jeffrey Kastner menyebutkan, spesies dengan nama lain Sumatran Striped Rabbit atau kelinci telinga pendek sumatera Sumatran Short-eared Rabbit ini sebagai spesies kelinci paling langka di dunia. Informasi yang didapatkan hanya berasal dari koleksi dari museum, penemuan oleh masyarakat, dan beberapa penemuan melalui kamera jebak.
Secara taksonomi, Kelinci belang sumatera berada di genus yang sama dengan kelinci belang annam (Nesolagus timminsi) menempati genus Nesolagus dengan Kelinci belang annam berasal dari Pegunungan Annam di Laos dan Vietnam. Kelinci belang sumatera memiliki tubuh kecil dengan panjang diperkirakan 40 cm. Kelinci ini memiliki warna abu-abu dengan terdapat corak garis-garis hitam dan kecoklatan, ekor berwarna merah, perut berwarna putih, serta bertelinga pendek. Kelinci ini diduga tersebar di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan berdasarkan informasi temuan yang ada hingga saat ini. Informasi yang ada menyebutkan kelinci ini aktif pada malam hari dan menghabiskan waktu siang di dalam lubang. Kelinci ini akan keluar ketika sudah gelap untuk memakan vegetasi rendah di hutan.
Didasarkan kepada hasil assessment oleh IUCN Red List pada hasil asesmen tahun 2018 yang menempatkan Kelinci belang sumatera dalam status Data Deficient (DD) yang berarti menunjukan bahwa masih banyak informasi yang belum didapatkan dari mengenai satwa liar ini. Hal tersebut menjadi tamparan tersendiri bagi dunia peneliti Indonesia. Pasalnya, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui distribusi, populasi, habitat, dan ancaman spesies satu ini, sebab kerusakan dan fragmentasi habitat diduga kuat menjadi ancaman utama bagi habitat kelinci belang sumatera.
Kegiatan perambahan hutan dan alih fungsi hutan menjadi pemukiman, pertanian, dan perkebunan menjadi faktor utama yang mempengaruhi populasi hewan ini. Pulau Sumatera telah kehilangan lebih dari separuh lahan hutannya yang ditebang secara intensif sejak tahun 1975 hingga sekarang. Selain kerusakan hutan, perburuan dan perdagangan juga menjadi ancaman terbesar bagi kelinci liar ini.
Penemuan kelinci belang sumatera sudah ada sejak dahulu dalam budaya yang dibuktikan dengan adanya nama lokal di berbagai suku di Pulau Sumatera. Penggalian informasi lebih lanjut mengenai kelinci ini perlu dilakukan secepatnya dikarenakan potensi-potensi ancaman yang telah terjadi saat ini. Informasi dari penelitian kelinci ini juga diperlukan dalam penyusunan rencana aksi konservasi bersama satwa eksotik lainnya di Pulau Sumatera.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.