Bagaimana status perlindungan spesies di Indonesia kini?

Bagaimana status perlindungan spesies di Indonesia kini?
18 Maret 2016
1319

Situasi politik negeri akhir-akhir ini membuat suasana sistem tata kelola penyelenggaraan negara menjadi semakin kacau. Melihat dr sektor kehutanan, teradi sebuah dilematika yang besar sehingga sektor ini pun kelimpungan dalam pengurusannya. Permasalahan-permasalahan akar dan klasik seperti perambahan, pembakaran, perburuan liar menjadi bahan yang begitu mudah dilontarkan untuk membuat berita. Eksploitasi hutan tanpa mempertimbangkan nilai ekologis dan sosial pun menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan.

Peraturan-peraturan, undang-undang yang menjadi buku sakti para rimbawan dirasa ada banyak hal yang perlu dikoreksi. Layaknya untuk perlindungan satwa dan tumbuhan yang ada di PP No 7 Th 1999 merupakan sebuah peraturan dari pemerintah yang digunakan sebagai legitimasi hukum perlindungan satwa dan tumbuhan tertentu. Pada praktiknya ternyata perlindungan ini kurang dilakukan secara maksimal mulai dari aparat penegak hukumnya, para jaksa, dan pejabat lain yang berwenang. Para wakil rakyat pun belum tentu memikirkan apalagi memahami hal ini. Tidak heran bila pengurusan dan pembelaan dalam tataran elit selalu diabaikan.

Peraturan pemerintah yang disebut di atas dirasa telah usang dan tidak relevan lagi. Terlihat pada lampiran peraturan tersebut tercatat daftar nama-nama satwa dan tumbuhan yqng dilindungi oleh negara. Namun celakanya ada beberapa spesies yang sudah mengalami status hampir punah dengan tingkat keterancaman yang tinggi namun belum dimasukkan dalam daftar tersebut. Selain itu ilmu pengetahuan yang begitu cepat perkembangannya menjadikan peraturan ini terlihat semakin usang. Pemberian nama ilmiah pada spesies-spesies yang baru ditemukan, fenomena pemisahan atau penggabungan nama spesies dalam taksonomi, penggabungan atau pemisahan nama suku dalam taksonomi hal tersebut berpengaruh terhadap legitimasi hukum terutama mengenai perlindungan terhadap spesies-spesies tertentu. Pengaruh yang secara pasti ialah status perlindungannya, sebagai contoh spesies a merupakan bagian dari suku x pada saat peraturan tersebut dikeluarkan, namun setelah sekarang tahun 2015 ilmu pengetahuan banyak perkembangan menghasilkan spesies a tersebut dikeluarkan dari suku x dan dibuatkan nama suku y atau digabung dengan suku z. Artinya ada beberapa spesies yang sebelum penggabungan/pemisahan ialah spesies yang dilindungi menjadi tidak dilindungi atau bisa pula berlaku sebaliknya.

Secara bahasa paeneliti dan di lingkungan akademisi memang sudah bukan barang langka lagi mengetahui bagaimana perkembangannya. Namun apakah hukum yang sebagai tolakan utama eksekusi di lapangan sudah berkembang pula? Jawabannya stagnan. Beberapa pekerjaan DPR seperti menganaktirikan kepentingan2 konservasi atau keseimbangan alam dan manusia. Hal ini menyebabkan petugas dan pejabat lapang menjadi cenderung ogah-ogahan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ada. Hasilnya sudah terlihat seperti apa penanganan kasus-kasus yang bersinggungan dengan perlindungan spesies.

Selama ini belum jelas apa kriteria yang digunakan oleh pemerintah sehingga keluarlah aturan semacam itu. Pada beberapa kasus ada spesies yang memang dianggap hama oleh masyarakat di sebuah pulau, namun ternyata spesies tersebut adalah spesies yqng dilindungi, dan spesies tersebut merupakam endemik di pulau tersebut. Hal ini membuat dilema beberapa aktivis lingkungan, apakah akan membela masyarakat atau konservatif pada spesies yang dilindungi tersebut. Untuk itu perlu kajian hukum yang lebih komprehensif mengenai status perlindungan spesies. Peran akademisi dalam memberikan hasil-hasil riset pada para pengambil kebijakan pun perlu terus dilakukan untuk mendorong pemerintah memperbaharui peraturan-peraturan yang sudah usang dan tidak relwvan lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Tentang Penulis
Mokhamad Asyief Khasan Budiman

Tinggalkan Balasan

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2016-03-18
Difference:

Tinggalkan Balasan