






Tabrakan kapal yang berimbas rusaknya terumbu karang seluas 1600 m2 di Raja Ampat tahun 2017 menyedot perhatian seluruh media. Pemerintahpun ikut turun tangan menagih ganti rugi terhadap si pemilik kapal, meski proses tidak berlangsung cepat. Sayangnya, kerusakan terumbu karang Karimunjawa yang sudah terjadi bertahun-tahun akibat kapal tongkang, tidak mendapat perlakuan sama.
Sudah sejak 2016, gabungan pegiat wisata konservasi dan nelayan melaporkan kasus perusakan ke pihak berwenang. Tetapi tak ada respon. Memang Karimunjawa terletak di lintasan kapal niaga antara Surabaya-Jakarta dan Jakarta-Kalimantan. Tetapi status Kepulauan Karimunjawa yang merupakan taman nasional, adalah daerah yang tidak boleh dilintasi kapal niaga. Hampir setiap hari kapal tongkang maupun kargo lewat atau bersandar di sana, tentu dengan berbagai dalih dan alasan.
Akibatnya lebih dari 2000 m2 terumbu karang rusak. Berdasarkan ekspedisi Greenpeace, kerusakan mulai 22%-51,87% di tiap pulau. Di beberapa pulau terlihat bahwa kerusakan tergolong baru, sebab patahan karang masih bisa terlihat.
Solusi dari Taman Nasional adalah pembuatan peta laut, dimana telah ditentukan lokasi tambat labuh kapal-kapal besar untuk kepentingan darurat ataupun wisata. Peta ini buatan Pusat Hidrografi dan Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, hasil kerja sama Kementrian Lingkungan Hidup dan Konservasi (KLHK) dengan Kementrian Perhubungan. Sosialisasi peta laut akan gencar dilakukan KLHK sepanjang 2019. Tidak hanya untuk Karimunjawa tetapi seluruh taman nasional.
Semoga peta laut bisa benar dipatuhi dan pelanggar dikenai sanksi setimpal. Pada terumbu karang, tergantung mata pencaharian, sumber daya, dan oksigen bagi kita manusia.
Sumber:
https://www.mongabay.co.id/2019/01/06/peta-laut-tegaskan-pelestarian-terumbu-karang-karimun-jawa/
https://www.mongabay.co.id/2018/09/23/tongkang-batubara-parkir-di-karimunjawa-rusak-terumbu-karang/
https://sains.kompas.com/read/2009/05/07/0136457/terumbu.karang.bisa.jadi.penyerap.karbon

Leave a Reply
Terkait