Klasifkasi trenggiling menurut Myers et al.,2008 adalah sebagai berikut:
Kelas : Mamalia
Sub kelas : Teria
Bangsa : Pholidota
Suku : Manidae
Marga : Manis
Jenis : Manis javanica Desmarest, 1822
Nama umum : Trenggiling (Bahasa Indonesia)
_________________________________________________________
Indonesia merupakan negara di wilayah khatulistiwa dengan kekayaan alam hayati yang besar, sehingga disebut negara megabiodiversitas. salah satu hewan langka yang perlu diperhatikan adalah Trenggiling.
Trenggiling merupakan mamalia unik dengan sisik yang menutupi tubuhnya, sehingga menyerupai reptil. Hewan ini dikenal sebagai mamalia bersisik pemakan semut (scally ant eater) dan dalam klasifikasi masuk kedalam ordo Pholidota dengan hanya memiliki satu famili Manidae dan satu genus Manis.
Trenggiling memiliki beberapa tingkah laku yang menarik. Mamalia bersisik ini berjalan dengan keempat kakinya dan merupakan hewan plantigradi. Hewan ini mempunyai kebiasaan memanjat pohon, menggali tanah untuk mencari semut atau rayap, menggantungkan tubuhnya dengan berpegangan pada ekornya yang kuat, menggulungkan tubuhnya ketika merasa terancam, menggendong anaknya dipangkal ekor, serta mampu berdiri tegak dengan dua kaki belakang dan disangga oleh ekornya (Grzimek’s 1975).
Tubuh trenggiling tertutup sisik yang tersusun “overlaping” seperti atap genteng. Bagian ventral tubuh mulai kepala sampai daerah perineum tidak tertutup sisik, tetapi ditumbuhi rambut-rambut kecil yang relatif jarang. Sisik berupa pertandukan kulit yang terbentuk dari lapis epidermis. Kepala berbentuk kerucut, matanya kecil, dan daun telinga sederhana. Hewan ini tidak mempunyai gigi dan lidahnya digunakan untuk mencari makan. Lidahnya dapat menjulur panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar mandibularis. Trenggiling memiliki kaki yang kuat dan pendek serta dilengkapi dengan cakar yang sangat berguna untuk menggali dan memanjat. Trenggiling mempunyai ekor yang kuat dan dapat digunakan untuk berpegangan pada saat memanjat pohon. Panjang ekor kira-kira sama dengan panjang tubuhnya dan seluruhnya bersisik.
Trenggiling termasuk hewan nokturnal, ia biasa beraktifitas dan mencari makan pada saat malam hari. Pada siang hari ia biasanya bersembunyi di lubang sarangnya. Sebelum menemukan mangsanya, ia biasanya membaui tempat yang diduga tempat bersarang mangsanya. Kemudia ia menggali tempat yang diduga tempat bersarang mangsanya menggunakan cakar depannya hingga mangsanya keluar. Lidahnya sudah siap melahap saat si mangsa keluar. Tak jarang saat ia memakan mangsanya ia memasukkan kerikil atau butiran pasir ke dalam mulutnya.
Trenggiling memiliki habitat yang luas,ia dapat hidup di hutan primer dan hutan sekunder.Tak jarang pula trenggiling ditemukan di perkebunan karet dan di daerah terbuka. Ia hanya menempati sarangnya beberapa bulan. Sarangnya selain ada du atas pohon ada juga di lubang-lubang yang ada di bagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah.Pintu masuk ke lubang sarangnya selalu tertutup.
Di Indonesia trenggiling tersebar di Pulau Sumatera,Jawa,Kalimantan dan beberapa pulau kecil seperti Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali, dan Lombok. Sedangkan di dunia trenggiling tersebar di Indonesia, Malaysia, Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
_______________________________________________
Salah satu jenis fauna Indonesia yang perlu mendapat perhatian adalah trenggiling. Menurut Soehartono & Mardiastuti (2003) dalam Konvensi Internasional Perdagangan Hewan Liar (CITES) trenggiling masuk kategori appendix II, artinya suatu jenis hewan yang pada saat ini tidak termasuk kedalam kategori terancam punah, namun memiliki kemungkinan terancam punah jika perdagangannya tidak diatur. Ancaman utama untuk trenggiling di Asia dan di Afrika, adalah perburuan liar dan perburuan ilegal dalam perdagangan internasional, yang sebagian besar didorong oleh permintaan pasar di Asia Timur.
Trenggiling diburu untuk daging, kulit dan sisiknya, dimana Vietnam dan Cina menjadi pasar terbesar penjualan trenggiling. Daging trenggiling diperdagangkan sebagai bahan masakan mewah atau makanan warga lokal. Dalam industri produk kulit, kulit trenggiling biasanya diolah menjadi sepatu. Sementara itu, sisik trenggiling dianggap bagian yang paling ‘ajaib’. Sisik ini digunakan sebagai bahan kosmetik, obat, dan dipercaya sebagai aphrodisiac.
Perburuan yang tidak terkendali dan rusaknya habitat asli trenggiling mengakibatkan penurunan yang signifikan terhadap populasi trenggiling. IUCN Red List of Threatened Species memasukan hewan ini sebagai hewan yang terancam punah (endangered) sejak tahun 2008. Di Indonesia, trenggiling dikategorikan sebagai hewan yang dilindungi sejak tahun 1931 dan menggunakan Undang-undang nomor 5 , tahun 1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk menjerat pelanggarnya dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 100.000 juta rupiah.
Saat ini trenggiling membutuhkan bantuan lebih dari sebelumnya. Berikut adalah beberapa hal sederhana yang dapat Anda lakukan untuk melindungi mereka.
• Konservasi Dukungan trenggiling oleh anggota Pangolin Specialist group seperti Zoological Society of London, Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan, Humane Society International, Born Free, Pendidikan Alam Vietnam, dan lain-lain.
• kejahatan Laporan satwa liar menggunakan alat online seperti Wildleaks, dan tidak pernah membeli produk trenggiling.
• Sebarkan berita tentang trenggiling. Berbagi foto-foto mereka di media sosial. Gunakan hashtag trenggiling
SAVE PANGOLIN!
___________________________________________________
Reference.
Reny Sawitri, M. Bismark1, dan/and Mariana Takandjandji2. 2012. PERILAKU TRENGGILING (Manis javanica Desmarest, 1822 DI PENANGKARAN PURWODADI, DELI SERDANG, SUMATERA UTARA (Pangolin Behaviour in Captive Breeding at Purwodadi, Deli Serdang, North Sumatra)* .Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.
BURHANUDDIN MASY’UD1), NOVRIYANTI1) DAN M BISMARK. 2011. PERILAKU TRENGGILING (Manis javanica, Desmarest, 1822) DAN KEMUNGKINAN PENANGKARANNYA*) (Pangolin – Manis javanica Desmarest 1822 behaviour and possibility to captive breeding). Laboratorium Konservasi Eksitu-Penangkaran Satwaliar, Bagian Manajemen dan Ekologi Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Kampus Darmaga PO Box 168, Bogor 1600, Indonesia dan Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan RI. Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 141 – 148.
Wirdateti, dkk. 2013. Identifikasi Trenggiling (Manis javanica) Menggunakan Penanda Cytochrome B Mitokondria DNA (IDENTIFICATION OF PANGOLIN (MANIS JAVANICA DESMAREST, 1822) USINGCYTOCHROME B mtDNA MARKER). Bogor: LIPI. Jurnal Veteriner Desember 2013 Vol. 14 No. 4: 467-474 ISSN : 1411 – 8327.
https://blogs.uajy.ac.id/renitanurhayati/2015/12/03/upaya-pelestarian-trenggiling-manis-javanica/. Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 09:31 WIB.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/konservasi/article/view/12955/9783. Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 09:32 WIB. http://www.iucnredlist.org/details/12763/0. 09.50 WIB
http://www.mongabay.co.id/tag/indonesia/. 19.51 WIB http://stvladimiracademyrp.weebly.com/animal-behavior.html. Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 09:32 WIB.
http://www.iucnredlist.org/details/12763/0. Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 09.53 WIB.
http://www.krugerpark.co.za/africa_pangolin.html. Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 06.27 WIB.
http://foreverindus.org/ie_species_special_concern.php Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 06.38 WIB.
https://www.hindawi.com/journals/ijz/2014/795062/ Diakses pada tanggal 4 Maret 2017 Pukul 06.44WIB.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait