Kura kura berleher ular

Satwa
Kura kura berleher ular
17 Juli 2015
3165
[wp_ulike button_type=”text” wrapper_class=”like-front”]

KURA-KURA berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) adalah kura-kura kecil berleher panjang, ditemukan hanya di habitat lahan basah pulau Rote, bagian timur Indonesia. Karena Kura-kura endemik ini telah menjadi spesies baru sejak 1994, permintaan internasional sangat intensif untuk spesies ini sampai pada titik ambang kepunahan di alam. Keberadaan Chelodina mccordi di Pulau Rote sangat terancam. Sementara Chelodina mccordi timorensis, subspesiesnya hidup di Timor-Timur yang kadang dianggap sebagai spesies tersendiri dengan sebutan Chelodina timorensis. Kesemua ini di dalam genus Chelodina(kura-kura berleher ular Australia) dalam keluarga kura-kura berleher menyamping (Chelidae). Hewan ini tidak dapat menarik dan menyembunyikan leher dan kepalanya ke dalam tempurung (karapas) karena lehernya yang panjang sehingga hanya dapat melipat lehernya ke samping tempurung. Lehernya panjang menyerupai ular sehingga lebih dikenal dengan kura-kura berleher ular. Berikut pengklasifikasian kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi):

Kingdom        : Animalia

Filum             : Chordata

Kelas             : Reptilia

Ordo              : Testudinata

Famili             : Chelidae

Genus            : Chelodina

Spesies          : Chelodina mccordi

Deskripsi Kura berleher ular dari pulau Rote ini merupakan pecahan dari kura berleher ular New Guinea dan dianggap sebagai spesies yang berbeda pada tahun 1994 setelah Dr Anders Rhodin yang merupakan direktur Chelonian Research Foundation di Lunenburg, Massachusetts. Dia menemukan bahwa terdapat perbedaan antara dua spesies di atas. Terlihat berbeda karena mengalam isolasi. Setelah Berbagai studi banding yang dilakukan oleh Rhodin menyimpulkan bahwa sebenarnya kura-kura berleher ular dari pulau Rote adalah spesies baru yang berbeda dengan kura berleher ular New Guinea (chelodina  novaeguineae) yang berada di kepulauan New Guinea. Awalnya kura berleher ular dari Pulau Rote yang ditemukan pada tahun 1891 oleh George Albert Boulenger yang kemudian oleh dinamai Dr William McCord, seorang ahli hewan dan kura-kura dari Hopewell Junction, New York. Karapasnya bisa mencapai panjang antara 18-24 cm. Panjang lehernya sepanjang kerapasnya. Warna karapas abu-abu pucat kecoklatan. Kadang-kadang juga pada spesimen lain memiliki kerapas coklat kemerahan. Plastron pada umumnya putih pucat. Leher berwarna coklat gelap pada upperparts dengan tuberkel bulat. Iris mata berwarna hitam dikelilingi oleh cincin putih. Secara spesifik belum diketahui secara jelas perilaku dan ekologi perkembangbiakkan dari Chelodina mccordi di alam. Awal tahun 2005, salah seorang eksportir reptil di Jakarta mengaku memiliki telur yang diletakkan oleh Chelodina mccordi betina yang diambil dari alam saat masih terkubur. Tidak diketahui persis berapa dari telur tersebut yang mampu menetas atau ada dari telur-telur tersebut yang ditetaskan. Perkembangbiakkan di dalam penangkaran telah berhasil dilakukan, bahkan sampai dengan generasi kedua (F2), di Eropa dan Amerikan Utara.

Habitat, Populasi, dan Konservasi Kura kura berleher ular pulau Rote tinggal di rawa, danau, dan sawah di selatan pulau Rote. Spesies ini seringkali diperdagangkan oleh para kolektor reptil endemik internasional. Sehingga lebih sering ditemukan di penangkaran dibandingkan habitat aslinya. Jumlah populasi spesies ini semakin berkurang, karena selalu diperdagangkan, namun perkembangbiakannya sedikit. Para pedagang seringkali menggunakan perangkap untuk menangkap hewan ini di rawa-rawa air tawar di Pulau Rote. Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan spesies dilindungi di Indonesia sejak 1980. Semenjak diidentifikasikan sebagai spesies baru pada tahun 1994, Kura-kura Pulau Rote telah dilindungi di Indonesia di bawah payung hukum dari Chelodina novaguineae, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/um/10/1980. Oleh karena itu, tidak ada perdagangan secara legal dari Chelodina mccordi antara tahun 1980 dan 1994. Setiap perdagangan dari kura-kura Pulau Rote yang terjadi dalam periode tersebut dianggap ilegal/melawan hukum. Laporan terbaru yang dikeluarkan TRAFFIC, jaringan pemantau perdagangan satwa dan tumbuhan liar, menemukan bahwa penangkapan dan perdagangan satwa ini tidak dilaksanakan berdasarkan peraturan resmi yang berlaku di Indonesia. Meskipun sebelumnya ada quota nasional yang diberikan untuk pemanenan dan ekspor spesies Chelodina mccordiantara tahun 1997 dan 2001, tetapi tidak ada lisensi yang dikeluarkan untuk melakukan koleksi (pengumpulan), termasuk tidak ada izin pemindahan (transportasi) yang dikeluarkan dari tempat sumber spesies ini ke tempat-tempat ekspor dalam wilayah Indonesia. Semua spesimen Chelodina mccordi yang telah diekspor sejak 1994 diperoleh secara illegal). Di tahun 2000, Daftar Merah IUCN mengkategorikan spesies ini kedalam status kritis (Critically Endangered), dan pada tahun yang sama kura-kura berleher ular dari Pulau Rote ini dievaluasi berada diambang kepunahan. Spesies ini masuk dalam daftar Appendix II Konvensi Mengenai Perdagangan Internasional Terhadap Spesies Satwa dan Tumbuhan Dilindungi (CITES), dimana semua perdagangan internasional terhadap satwa ini harus dilaksanakan sesuai sistem resmi yang berlaku. Meskipun demikian, permintaan internasional yang terus-menerus untuk Chelodina mccordidari kolektor dan penggemar satwa langka di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur mendorong spesies endemik ini menuju kepunahan. Walaupun Chelodina mccordi telah dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia. Namun sangat disayangkan, hewan ini tidak termasuk daftar hewan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999. Monitoring dan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar ini dari eksploitasi berlebihan sangat lemah dan di beberapa tempat tidak terlihat.

Jika peraturan-peraturan, misalnya untuk penangkapan dan pemindahan satwa liar ini tidak ditegakkan, keberadaan spesies ini di alam dipastikan akan punah dalam waktu dekat. Reproduksi Setiap kali bertelur terdiri dari 8-14 butir dan dalam satu tahun terdapat tiga kali peneluran. Ukuran telur 30 x 20 mm yang beratnya bisa mencapai delapan sampai sepuluh gram. Tukik pertama menetas setelah tiga bulan pengeraman di alam. Ketika mereka menetas memiliki ukuran 28 x 20 mm, mereka berbintik-bintik kuning pada plastron sampai menjadi lebih gelap dengan waktu sampai plastron menjadi hampir hitam setelah beberapa minggu. Selama periode pertumbuhan pewarnaan menjadi lebih pucat sampai akhirnya mereka mencapai warna dewasa yaitu abu-abu kecoklatan/kemerahan.  

Tentang Penulis
Dinda Putri

Tinggalkan Balasan

2015-08-11
Difference:

Tinggalkan Balasan