Lereng pegunungan Jawa Barat hingga kawasan kaki Gunung Slamet dahulu menjadi habitat alami pohon Saninten (Castanopsis argentea) yang berdiri kokoh dengan tajuknya yang rimbun. Saninten memiliki daun yang tebal dan berwarna hijau keperakan serta buah menyerupai kastanye (chesnut) yang merupakan kerabat dekatnya dalam famili Fagaceae. Buah Saninten menjadi sumber pakan bagi berbagai satwa liar seperti bajing, owa dan babi hutan. Namun kini keberadaan Saninten semakin jarang ditemukan. Bahkan masyarakat yang berdiam di sekitar kawasan hutan tidak sedikit yang sudah melupakan saninten.
Saninten merupakan salah satu spesies pohon endemik Indonesia yang tumbuh alami di hutan hujan pegunungan pada ketinggian antara 800 hingga 2.000 mdpl. Pertumbuhannya memang lambat tetapi menghasilkan kayu yang keras, padat dan tahan lama. Kayu Saninten banyak dimanfaatkan untuk bahan bangunan, alat rumah tangga, bahkan untuk perahu ukuran kecil. Namun, penebangan yang terus berlangsung tanpa diimbangi penanaman kembali membuat populasinya mengalami penurunan yang drastis. Pembukaan lahan untuk kebun dan pemukiman mempersempit daerah persebarannya, sementara regenerasi alami yang rendah membuat anakan pohon jarang tumbuh. Di banyak tempat kini hanya tersisa beberapa pohon tua yang berdiri sendiri di antara pepohonan lain.

Penelitian dan pemantauan terbaru menunjukkan bahwa Castanopsis argentea kini berada pada status terancam punah (endangered) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Artinya populasi saninten menurun cukup dratis dalam beberapa dekade terakhir terutama karena hutan tempat hidupnya terus menyusut dan sulit ditemui permudaan alaminya. Data dari Botani Gardens Conservation International (BGCI) serta hasil riset beberapa Lembaga terkait di Indonesia memperlihatkan bahwa sebaran alami Saninten kini tinggal di fragmen-fragmen hutan pegunungan seperti di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Halimun Salak, serta sebagian hutan lindung di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini jenis ini mulai mendapat perhatian khusus dalam berbagai program konservasi. Upaya pembibitan dan perbanyakan vegetatif telah dilakukan di beberapa tempat meski skalanya masih terbatas. Secara umum tujuannya agar saninten tidak benar-benar hilang dari alam.
Saninten sering dianggap pohon biasa padahal perannya di hutan sangat penting. Akar-akarnya yang besar mampu menahan longsor di lereng curam dan tajuknya yang rimbun menjaga tanah tetap lembab. Buah saninten juga menjadi pakan satwa liar seperti bajing, owa dan babi hutan. Jika pohon ini punah maka keseimbangan hutan pun terganggu, satwa akan kehilangan sumber makanan, tanah kehilangan penahan air dan ekosistem pegunungan kehilangan pelindung alaminya. Selain fungsi ekologisnya, saninten juga punya makna budaya yang kuat. Di beberapa daerah di Jawa Barat Masyarakat adat menanam saninten di sekitar mata air dan menganggapnya sebagai sebagai pohon penjaga keseimbangan alam. Tradisi itu lahir dari keyakinan bahwa akar saninten dapat menjaga aliran air tetap dalam keadaan stabil sepanjang tahun. Namun sayangnya nilai-nilai tersebut semakin pudar seiring berkurangnta hutan dan hilangnya kedekatan Masyarakat dengan pohon yang dulu mereka rawat turun-temurun.
Ancaman bagi saninten tidak hanya datang dari penebangan tapi juga dari gagalnya proses regenerasi alaminya. Biji saninten dikenal sulit berkecambah tanpa kelembapan dan naungan hutan yang cukup. Di banyak tempat bekas tebangan, bijinya justru habis dimakan pemangsanya atau mengering sebelum sempat tumbuh. Karena itu anakan saninten di alam kini nyaris tidak terlihat. Upaya pembibitan sebenarnya sudah mulai dilakukan di beberapa kampus kehutanan namun belum terkoordinasi dengan baik. Masih sedikit pihak yang fokus menanam saninten secara serius. Saninten memang tidak menghasilkan buah komersial atau kayu cepat tumbuh sehingga jarang dilibatkan dalam program rehabitilasi hutan. Akibatnya banyak lahan yang dulunya menjadi habitat saninten kini berganti menjadi kebun pinus, sengon atau kopi. Pergantian itu menyebabkan keanekaragaman hayati hutan asli semakin berkurang.

Meski begitu, harapan untuk mempertahankan jenis ini masih ada. Dalam beberapa tahun terakhir sejumlah lembaga dan komunitas mulai menanam saninten kembali di habitat alaminya. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango misalnya mengembangkan pembibitan saninten untuk kegiatan restorasi hutan. Di Jawa Barat dan Jawa Tengah beberapa kelompok pecinta alam ikut mengumpulkan bijinya untuk disemai di sekolah dan kampus. Gerakan ini memang masih tergolong sederhana, namun langkah kecil ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap spesies lokal mulai tumbuh lagi. Harapan ke depan akan lebih baik jika saninten juga dimasukkan dalam kebijakan restorasi lanskap di daerah hulu sungai. Pemerintah daerah bisa mendorong penggunaan jenis pohon lokal seperti saninten untuk penghijauan dan penanaman di kawasan tangkapan air. Dengan begitu upaya konservasi tidak hanya menyelamatkan satu spesies tetapi juga membantu memulihkan fungsi ekosistem pegunungan secara keseluruhan.
Kampanye untuk mengenalkan saninten kepada publik perlu diperluas. Maish banyak orang yang belum pernah melihat pohon ini secara langusng, bahkan tidak tahu bahwa Saninten punya peranan penting bagi hutan dan sumber air di sekitarnya. Melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat sederhana misalnya pembelajaran di sekolah, tur edukasi di taman botani atau unggahan ringan di sosial media generasi muda bisa mulai mengenal saninten sebagai bagian dari kekayaan hayati di negeri ini. Keterlibatan masyarakat sekitar kawasan hutan dengan menanam pohon lokal atau merawat bibit di sekitar rumah bisa menjadi langkah kecil yang berarti. Ketika anak muda mulai merasa dekat dengan alamnya sendiri dukungan untuk menjaga saninten dan hutan tempatnya tumbuh akan datang dengan sendirinya.

Kerja sama antar pihak menjadi hal yang sangat penting. Peneliti, pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat lokal sebenarnya punya tujuan yang sama yaitu menjaga saninten tidak punah dari habitatnya. Sayangnya informasi mengenai sebaran, cara perbanyakan dan keragaman genetik pohon ini masih terbatas. Jika data tersebut tersedia secara lengkap tentunya upaya pelestarian akan lebih terarah dan saling melengkapi. Saninten bisa menjadi contoh bagaimana kolaborasi sederhana dapat melahirkan gerakan besar untuk melindungi spesies endemik di tengah tekanan perubahan lanskap dan iklim yang saat ini marak terjadi. Saninten mungkin tidak sepopuler Rafflesia atau Edelweis tetapi di balik kesederhanaannya tersimpan kisah tentang keseimbangan alam yang kian rapuh dan tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya. Setiap bibit Saninten yang tumbuh kembali di hutan menjadi pengingat bahwa kepedulian kecil pun bisa menumbuhkan harapan besar.
Terkait