






Taman Nasional Baluran, yang terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dikenal sebagai kawasan konservasi dengan ekosistem savana terluas di Pulau Jawa. Lanskapnya yang menyerupai padang rumput Afrika membuat kawasan ini dijuluki “Little Africa in Java”. Baluran menjadi rumah bagi beragam satwa liar, termasuk salah satu burung paling ikonik Indonesia, yaitu merak hijau (Pavo muticus).
Merak hijau adalah spesies burung dari keluarga Phasianidae yang hanya ditemukan di wilayah Asia Tenggara, dengan populasi utama di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Di Indonesia, satwa ini masuk kategori satwa dilindungi, karena status konservasinya tergolong terancam punah (Endangered) menurut Daftar Merah IUCN. Penurunan populasinya dipicu oleh beberapa faktor seperti perburuan liar, kehilangan habitat, dan perdagangan ilegal satwa liar.
Di musim kawin, pengunjung Taman Nasional Baluran yang beruntung dapat menyaksikan atraksi khas merak jantan. Seekor merak hijau jantan akan mengembangkan ekor panjangnya—bulu penutup atas ekor yang dikenal sebagai train—untuk menarik perhatian betina. Bulu ini berwarna hijau keemasan berkilau dengan pola menyerupai mata, berfungsi sebagai sinyal visual yang menunjukkan kesehatan, kekuatan, dan kelayakan reproduktif jantan tersebut.
Gerakan jantan saat memamerkan bulunya cukup khas. Ia akan membuka ekornya seperti kipas besar, berputar perlahan, dan sesekali bergetar untuk menghasilkan suara halus dari gesekan bulu-bulunya. Semua ini dilakukan dengan tujuan untuk mencuri perhatian betina yang biasanya berada di sekitar, berjalan perlahan sambil memperhatikan dari kejauhan. Betina tidak langsung memberikan respons, tetapi melakukan evaluasi visual terhadap tampilan dan perilaku jantan sebelum memutuskan apakah akan menerima atau menolak upaya pendekatannya. Ini adalah contoh nyata seleksi seksual alami dalam dunia burung.
Perilaku merak hijau ini bukan hanya menarik dari sisi visual, tetapi juga memiliki nilai ilmiah yang tinggi. Atraksi jantan merupakan bentuk komunikasi visual yang kompleks, dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik, dan hierarki sosial. Fenomena ini juga dapat dijadikan bahan edukasi konservasi, khususnya mengenai pentingnya menjaga keberlangsungan perilaku alami satwa liar di habitat aslinya.
Sayangnya, merak hijau masih menjadi target perburuan, terutama karena bulunya yang indah dan nilainya di pasar gelap. Beberapa individu juga ditangkap untuk dipelihara secara ilegal. Selain itu, perubahan tata guna lahan menjadi ancaman serius. Perambahan kawasan hutan dan savana untuk pertanian, pemukiman, dan aktivitas ekonomi lainnya menyebabkan menyusutnya habitat alami mereka. Akibatnya, ruang hidup merak hijau menjadi semakin terbatas.
Padahal, merak hijau memiliki peran penting dalam ekosistem. Sebagai omnivora, mereka mengonsumsi biji, buah, serangga, hingga reptil kecil. Dengan pola makan seperti ini, mereka berperan dalam pengendalian populasi serangga, serta membantu dalam penyebaran benih tanaman. Kehadiran mereka juga dapat digunakan sebagai indikator kesehatan lingkungan—karena spesies ini hanya bisa bertahan di habitat dengan tingkat gangguan manusia yang rendah.
Taman Nasional Baluran menjadi salah satu tempat yang relatif aman bagi spesies ini untuk bertahan hidup. Ekosistem sabananya memberikan ruang terbuka yang luas, tempat ideal bagi merak untuk mencari makan, berinteraksi, dan berkembang biak. Baluran juga sudah memiliki sistem pengelolaan pengunjung yang terkontrol sehingga tekanan terhadap satwa liar bisa diminimalkan.
Keberadaan merak hijau di Baluran bukan hanya aset ekologi, tapi juga potensi ekowisata edukatif. Dengan pendekatan yang tepat, perilaku khas merak dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata berbasis konservasi, yang sekaligus meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya pelestarian spesies dan habitat alaminya. Pengunjung yang menyaksikan langsung atraksi kawin merak jantan tidak hanya menikmati pengalaman visual yang menarik, tapi juga mendapatkan pemahaman tentang seleksi alam dan pentingnya upaya perlindungan satwa liar.
Di era modern, ketika dokumentasi satwa liar begitu mudah dilakukan lewat kamera dan media sosial, penting untuk diingat bahwa pengalaman terbaik dengan alam bukan hanya tentang mengabadikan gambar, melainkan juga tentang menghargai dan menjaga keberlangsungan makhluk hidup yang kita jumpai. Merak hijau adalah contoh nyata bagaimana keindahan dan kelestarian bisa berjalan seiring—selama manusia mampu menempatkan konservasi sebagai prioritas.

Leave a Reply
Terkait