Kota seringkali identik dengan pengap, riuh redam kendaraan dan udara yang berpolusi. Tapi, di Jakarta Selatan, masih ditemukan secercah hijau yang mencerahkan muramnya langit kelabu Jakarta. Tepatnya di Tebet Eco Park, kicau burung terdengar merdu diantara kesiur angin, membangun kehidupan di rimbunnya pepohonan. Kupu-kupu dan polinator lainnya terbang anggun memenuhi isi perut mereka dengan nektar yang ada pada bunga-bunga yang merekah. Bahkan tak jarang, mamalia kecil seperti bajing juga mondar-mandir mencari kesibukan, tampak ingin bersaing dengan manusia. Di tengah serunya kehidupan hewan di Tebet Eco Park, ada yang diam namun meneduhkan; pohon.
Berbagai pohon menjulang tinggi dan rendah di berbagai sisi taman Tebet Eco Park. Daun melambai-lambai, bunga berguguran, seakan mengharap perhatian manusia. Beruntungnya saya, di hari minggu yang syahdu saya berkesempatan untuk menyapa pepohonan tersebut. Mengikuti kegiatan Biodiversity Journey #1 oleh Generasi Biologi, saya tidak hanya menyapa pepohonan. Saya juga berkesempatan untuk mengenal tanaman urban berguna.
Perkenalan pertama diawali dengan Salix babylonica (willow tree/ pohon dedalu) yang tumbuh di tepian sungai. Tangkai pohon ini menjuntai kebawah bersama daun-daunnya yang berwarna hijau cerah. Dihembus angin, pohon ini tampak menari. Tidak jauh dari willow tree, tumbuh pohon Samanea saman (trembesi) yang tinggi dan gagah. Pohon ini umum ditemukan di kota sebagai pohon peneduh. Bila sedang berbunga, lantai kota akan dihiasi bunganya yang berwarna merah muda. Di batang pohon trembesi yang beralur, hidup tanaman paku (pteridophyta) bernama Drynaria quercifolia (daun kepala tupai). Paku-pakuan ini memiliki daun sarang berwarna coklat yang berperan untuk menangkap debu dan humus sebagai sumber nutrisi tanaman dan juga melindungi rizoma. Sedangkan, daun yang terlihat hijau, panjang, dan berlekuk berperan sebagai daun fertil yang memiliki sori (kumpulan spora, organ reproduktif paku-pakuan). Selain Drynaria quercifolia, di pepohonan lain juga dapat dijumpai tanaman paku seperti Asplenium nidus (paku sarang burung) dan Platycerium (paku tanduk rusa).
Di seberang pohon trembesi, tumbuh pohon yang tidak asing bagi pecinta rujak; Averrhoa carambola (belimbing). Selain buahnya yang dapat dikonsumsi, daun belimbing ternyata juga memiliki potensi sebagai obat. Pohon lain yang daunnya sudah umum digunakan sebagai obat dan bumbu masakan adalah Syzygium polyanthum (salam). Sedangkan, pohon yang buahnya umum digunakan sebagai bumbu masakan adalah Tamarindus indica (asam jawa). Sama seperti suku (family) kacang-kacangan (fabaceae) lainnya, buah asam memiliki bentuk memanjang dan biji berada dalam pod.
Di sepanjang jalan menuju jembatan infinity Tebet Eco Park, terdapat banyak pohon peneduh. Terdapat pohon Terminalia catappa (ketapang) yang memiliki habitat asli di daerah laut. Di kota, pohon ketapang bermanfaat sebagai peneduh. Biji di dalam buah ketapang yang oval gepeng dapat dikonsumsi, dan memiliki rasa yang menyerupai rasa kacang almond. Daunnya yang berbentuk bulat telur terbalik (obovata) dapat berubah warna dari hijau, kekuningan, merah, dan akhirnya berwarna coklat. Daun kering pohon ketapang seringkali digunakan pecinta ikan cupang untuk mengatur pH air. Tidak hanya itu, daun kering pohon ketapang bernilai ekspor sebab dapat digunakan sebagai pengganti teh. Khasiat daun tanaman ini adalah sebagai obat diabetes dan pereda nyeri haid.
Selanjutnya, terdapat pohon Mimusops elengi (tanjung) yang memiliki ciri khas tepian daun yang bergelombang. Bunga tanjung harum dan mudah gugur. Pohon tanjung sering ditanam di tepian jalan dan taman. Di dekat pohon tanjung, terdapat Gmelina arborea (jati putih) dengan bunganya yang berwarna kuning cerah dan kayunya sering dijadikan furniture. Umumnya, Gmelina arborea ditanam di hutan produksi, berbeda dengan pohon mahoni yang umum dijumpai di area perkotaan. Di Tebet Eco Park, terdapat 2 macam pohon mahoni; mahoni (Swietenia mahagoni) dan mahoni uganda (Khaya anthotheca). Swietenia mahagoni memiliki batang berwarna coklat tua dengan permukaan batang yang kasar dan beralur. Sedangkan, Khaya anthotheca memiliki batang berwarna coklat muda cenderung abu dengan permukaan batang yang lebih halus dan retak-retak. Meski keduanya memiliki kualitas kayu yang cukup baik, awet, dan tahan rayap, mahoni uganda lebih baik dibandingkan mahoni biasa dikarenakan tekstur batangnya.
Pohon besar lainnya di Tebet Eco Park adalah Canarium indicum (kenari), Tectona grandis (jati), Alstonia scholaris (Pulai), Delonix regia (Flamboyan), dan Peltophorum pterocarpum (Soga). Pohon kenari di taman ini memiliki akar papan yang bermanfaat untuk memaksimalkan pencarian air bagi tanaman. Meski tampak aneh dengan batang yang menonjol dan akar adventif yang mencuat dari batangnya, pohon ini menyokong kehidupan di sekitarnya. Dibuktikan dengan adanya sarang burung di antara kanopi pohon kenari. Selanjutnya, dapat diamati pohon jati biasa (Tectona grandis) yang tumbuh di sepanjang tepi pagar taman. Daun jati memiliki permukaan yang kasar dan sering digunakan sebagai “pincuk” atau pembungkus nasi pecel di daerah jawa tengah. Daunnya bila diremas mengeluarkan getah berwarna merah dan digunakan sebagai pewarna batik.
Berjalan mengelilingi taman, kita akan menemukan guguran mahkota bunga berwarna merah. Bunga ini berasal dari pohon flamboyan (Delonix regia). Di taman ini, Delonix regia (flamboyan) tumbuh berdekatan dengan Peltophorum pterocarpum (soga), serta memiliki daun yang mirip. Keduanya memiliki daun majemuk menyirip berganda dan memiliki banyak anak daun, ciri umum pada famili kacang-kacangan (fabaceae). Perbedaan nampak jelas pada bunganya. Bunga flamboyan berwarna merah mencolok, sedangkan bunga soga berwarna kuning ceria.
Pohon flamboyan tampak nyaman dengan batangnya yang meliuk ke bawah (plagiotrop), berbeda dengan Alstonia scholaris (pulai) memiliki batang yang besar yang menjulang tinggi. Nama spesies tanaman ini adalah epitet dari pemanfaatan kayu-nya sebagai papan tulis di sekolah-sekolah. Batang pohon pulai yang kokoh dipeluk erat oleh tanaman Epipremnum pinnatum (ekor naga). Berbeda dengan paku-pakuan, Epipremnum pinnatum adalah tanaman berbiji dari family araceae yang memang tumbuh epifit. Tumbuhan ini viral di masa pandemi COVID-19 sebab daunnya memiliki lekuk yang dalam tampak beda dari tanaman lain. Misalnya, Alocasia macrorrhiza (Bira besar) yang masih dalam kelompok family araceae, memiliki daun lebar yang tampak sederhana. Penampakannya mirip dengan tanaman talas khas Bogor. Selain ekor naga, tanaman yang menarik di Tebet Eco Park adalah Ravenala madagascariensis (Pisang kipas). Lagi-lagi, susunan daun yang menjadikan sebuah tanaman menarik. Ravenala madagascariensis memiliki daun seperti tanaman pisang (Musa sp.), hanya saja tersusun berdekatan dan merekah seperti kipas. Buah tanaman ini berbeda bentuknya dengan pisang biasa, meskipun memiliki nama umum yang sama-sama “pisang”. Maka, hal tersebutlah yang menjadikan nama latin menjadi penting untuk diketahui.
Nama umum tumbuhan di Tebet Eco Park yang memiliki kemiripan dengan tanaman lain adalah “sawo duren”. Chrysophyllum cainito (sawo duren) memiliki bentuk seperti buah sawo dan rasa yang unik seperti buah durian. Di daerah jawa, buahnya dikenal sebagai “genitu”. Pohon sawo duren menarik, sebab permukaan daun atas mengkilap dan berwarna hijau gelap, sedangkan bagian bawahnya kasar dan berwarna coklat keemasan. Sayangnya, saat dikunjungi pohon ini sedang tidak berbuah. Tanaman yang sedang berbuah di Tebet Eco Park adalah buah Morinda citrifolia (mengkudu). Buah ini sering dijadikan sebagai obat meskipun baunya tidak enak. Menariknya, mengkudu masih satu kelompok dengan kopi (Coffea sp.) dalam family Rubiaceae.
Setelah mengamati pepohonan di bagian taman, kegiatan berlanjut menaiki jembatan infinity Tebet Eco Park. Di jembatan ini, kita bisa mengamati lebih dekat daun flamboyan, dan berkenalan dengan Ficus alifimas (beringin alii) serta Acacia auriculiformis (akasia auri) yang bila disandingkan sangat terlihat berbeda. Daun Ficus alifimas lebar dan memiliki buah yang berasal dari perbungaan tertutup “sikonium” atau periuk. Bunga hanya diserbuki oleh penyerbuk khusus, yakni wasp/ tawon. Daun Acacia auriculiformis pipih dan agak tebal, dan bukan daun sebenarnya. “Daun” akasia adalah modifikasi tangkai daun yang memipih dan disebut filokladia. Buah akasia sama seperti family fabaceae lainnya, yakni seperti pod. Akan tetapi, buah akasia spiral sehingga tampak keriting dan berbeda dari anggota family fabaceae lainnya.
Menuruni jembatan, penyambutan manis dilakukan oleh deretan pohon Eucalyptus deglupta (leda) asli Papua. Kulit batang yang mengelupas, menunjukan identitasnya sebagai anggota family Myrtaceae. Menariknya, dari setiap batang yang mengelupas muncul warna baru, mulai dari jingga, hijau, coklat tua, hingga cokelat muda. Pohon ini seakan menceritakan sebuah perjalanan hidup dan bertumbuh. Setiap luka yang menganga melahirkan warna baru sebagai penawar. Setiap goresan tidak menghalangi pohon ini untuk tetap tumbuh tinggi dan cantik, serta membawa manfaat ekologi.
DAFTAR TANAMAN:
- Salix babylonica (Willow tree)
- Samanea saman (Trembesi)
- Drynaria quercifolia (Paku kepala tupai)
- Averrhoa carambola (Belimbing)
- Syzygium polyanthum (Salam)
- Asplenium nidus (Paku sarang burung)
- Platycerium (Paku tanduk rusa)
- Tamarindus indica (Asam jawa)
- Terminalia catappa (Ketapang)
- Gmelina arborea (Jati putih)
- Mimusops elengi (Tanjung)
- Khaya anthotheca (Mahoni uganda)
- Swietenia macrophylla (Mahoni)
- Canarium indicum (Kenari)
- Tectona grandis (Jati)
- Chrysophyllum cainito (Sawo duren)
- Alstonia scholaris (Pulai)
- Epipremnum pinnatum (Ekor naga)
- Ravenala madagascariensis (Pisang kipas)
- Alocasia macrorrhiza (Bira besar)
- Barringtonia racemosa (Putat sungai)
- Delonix regia (Flamboyan)
- Peltophorum pterocarpum (Soga)
- Morinda citrifolia (Mengkudu)
- Ficus alifimas (Beringin alii)
- Acacia auriculiformis (Akasia auri)
- Eucalyptus deglupta (Leda)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait