Perubahan Iklim Ancam Populasi Terumbu Karang

Perubahan Iklim Ancam Populasi Terumbu Karang
25 November 2016
1423

Terumbu karang adalah rumah sekaligus sahabat yang bersimbiosis dengan ikan-ikan di laut. Kunci utama kehidupan di laut berada di terumbu karang yang mendukung keanekaragaman hayati bawah laut. Namun hasil penelitian menunjukan perubahan iklim mengancam keberadaan terumbu karang, salah satunya populasi karang di Samudra Atlantik Utara.

Peneliti mengatakan perubahan kondisi cuaca musim dingin mengancam kelangsungan hidup karang dan sekelililingnya. Ekosistem yang mendukung berbagai spesies laut ini sangat rapuh. Padahal di terumbu karang hewan-hewan laut bergantung, untuk berlindung, mencari makan, hingga reproduksi.

Tim peneliti berfokus pada spesies karang air dingin yang dikenal sebagai Lophelia pertusa. Karang ini tumbuh di perairan dalam, menciptakan terumbu yang kompleks sehingga penting untuk keanekaragaman hayati. Populasi ini disusun oleh larva karang kecil, mereka spesies rapuh yang melayang dan berenang di arus laut. Perjalanan ratusan mil dari tempat asal menuju tempat mulai tumbuh.

Para peneliti di University of Edinburgh menggunakan model komputer untuk mensimulasikan migrasi larva di membentang luas laut. Sehingga mereka dapat memprediksi efek perubahan cuaca pada kelangsungan hidup jangka panjang dari populasi Lophelia pertusa di Samudra Atlantik Utara.

Mereka menemukan pergeseran kondisi musim dingin rata-rata di Eropa Barat bisa mengancam populasi karang. Musim dingin yang bergeser adalah salah satu dampak dari perubahan iklim. Hal tersebut menyebabkan perubahan arus laut dan pola angin, sehingga  mempengaruhi larva yang seharusnya bisa berkembara jauh dari situs asal utama menuju jaringan baru.

Larva L. pertusa akan berkumpul dan membantu menjaga populasi karang di wilayah baru tersebut, kata peneliti. Jika larva yang terpisah jauh tidak dapat menuju lokasi berkumpul, maka terumbu karang sulit terbentuk dan keberadaannya terancam.

Studi ini diterbitkan dalam jurnal Royal Society Open Science. Penelitian ini dilakukan oleh Heriot-Watt University melalui organisasi Daphne Jackson sebagai bagian dari proyek ATLAS, yang didanai oleh Uni Eropa Research and Inovation Program Horizon 2020.

 

Referensi: [ScienceDaily]  [10.1098/rsos.160494] [Foto ilustrasi: Haiku Deck]

Tentang Penulis
Admin BW
Biodiversity Warriors

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2020-07-30
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *