Owa Jawa, Cinta Sejati yang Harmonis

Owa Jawa, Cinta Sejati yang Harmonis
4 Juli 2014
3847

Kawasan wisata Curug Cipendok mempunyai jalan yang disebut jalan Cinta, ntah asal-usulnya dahulu seperti apa, knpa dinamakan Jalan cinta. Setiap musim liburan sekolah, tahun baru, ataupun lebaran, wisata curug Cipendok ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah. Curug Cipendok berada di Desa Karang Tengah, Kec. Cilongok, Kab. Banyumas yang secara resmi sebagai objek wisata pada tanggal 27 Februari 1987. Daya tarik objek wisata ini adalah ketinggian air terjun yang mencapai kurang lebih 10 meter, tidak hanya air terjun, kawasan ini juga mempunyai telaga pucung dengan air yang cukup jernih dan sekitarnya dikelilingi hutan yang masih alami.

Gambar : Pasangan Owa Jawa

Melewati jalan yang menuju curug tersebut, ada nama jalan yang unik, yaitu Jalan Cinta yang membuat perjalanan semakin menarik, dikarenakan melalui jalan inilah para pengunjung dapat mendengarkan suara-suara burung langka yang dilindungi, seperti Elang Jawa, Elang Ular Bido, Elang Hitam yang terbang
berputar-putar di atas curug, serta pengunjung yang beruntung dapat Melihat spesies endemik seperti Lutung Jawa, Monyet ekor panjang, serta tak ketinggalan, Owa Jawa yang nama latinya (Hylobates moloch) sejenis primata yang masuk anggota suku Hylobatidae. Owa jawa tidak memiliki ekor, dan tangannya relatif panjang dibandingkan dengan besar tubuhnya. Tangan yang panjang ini diperlukannya untuk berayun dan berpindah di antara dahan-dahan dan ranting di tajuk pohon yang tinggi, tempatnya beraktifitas sehari-hari. Warna tubuhnya keabu-abuan, dengan sisi atas kepala lebih gelap dan wajah kehitaman.

Kera ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil semacam keluarga inti, terdiri dari pasangan hewan jantan dan betina, dengan satu atau dua anak-anaknya yang masih belum dewasa. Owa jawa merupakan pasangan yang setia, monogami. Rata-rata owa betina melahirkan sekali setiap tiga tahun, dengan masa mengandung selama 7 bulan. Anak-anaknya disusui hingga usia 18 bulan, dan terus bersama keluarganya sampai dewasa, yang dicapainya pada umur sekitar 8 tahun. Owa muda kemudian akan memisahkan diri dan mencari pasangannya sendiri. Owa jawa adalah hewan diurnal dan arboreal, sepenuhnya hidup di atas tajuk pepohonan. Terutama memakan buah-buahan, daun dan bunga-bungaan, kelompok kecil owa jawa menjelajahi kanopi hutan dengan cara memanjat dan berayun dari satu pohon ke lain pohon dengan mengandalkan kelincahan dan kekuatan lengannya. Berat tubuhnya rata-rata mencapai 8 kg. Kelompok ini akan berupaya mempertahankan teritorinya, biasanya luasnya mencapai 17 hektare, dari kehadiran kelompok lain. Pagi-pagi sekali, dan juga di waktu-waktu tertentu di siang dan sore hari, owa betina akan memperdengarkan suaranya untuk mengumumkan wilayah teritorial keluarganya. Dari suara yang bersahut-sahutan antar kelompok, dan terdengar hingga jarak yang jauh ini, para peneliti dapat memperkirakan jumlah kelompok owa yang ada, dan selanjutnya menduga jumlah individunya. Spesies ini hanya didapati di bagian barat Pulau Jawa, yakni di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah. Penyebaran paling timur adalah di wilayah Gunung Slamet serta di jajaran Pegunungan Dieng sebelah barat di wilayah Pekalongan.

Foto : Kegiatan Pengamatan

 

Foto : Dokumentasi Pengamatan

Hylobates moloch tergolong salah satu primata yang paling terancam kepunahan. Organisasi konservasi dunia IUCN memasukkannya ke dalam kategori terancam (kepunahan) (EN, endangered), dengan peluang sebesar 50% bahwa hewan ini akan dapat punah dalam satu dekade mendatang. Ancaman kepunahan terutama datang dari hilangnya habitat akibat pembukaan hutan untuk berbagai keperluan. Di samping itu, anak-anak owa kerap ditangkapi (jika perlu dengan membunuh induknya lebih dulu) untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai hewan timangan bergengsi.

Di Indonesia, owa jawa telah dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Binatang Liar (Dierenbescherming-ordonnantie) semenjak tahun 1931.

Keharmonisan pasangan Owa Jawa tidak akan tampak lagi bila beberapa manusia selalu bangga bisa memiliki maupun memeliharanya, padahal itu jelas-jelas melanggar hukum, jika hal ini dibiarkan, suatu saat nama Uwa-uwa (sebutan Owa Jawa di Banyumas)  hanya bisa dilihat foto ataupun patungnya saja yang terpasang di depan kelas anak cucu kita.

 

Tentang Penulis
Apris Nur Rakhmadani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2015-06-09
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *