Mereka bilang aku hama, tapi apakah memang benar hama? (re: Macaca fascicularis)

Satwa
Mereka bilang aku hama, tapi apakah memang benar hama? (re: Macaca fascicularis)
13 April 2015
1865

Macaca fascicularis Rafles, 1821 (long-tailed macaque) merupakan salah satu primata yang umum kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Tubuhnya berwarna coklat keabuan dengan ekor yang panjang.

Sebagian besar masyarakat menanggapku sebagai hama, tapi apakah mereka sempat berpikir? Apa memang aku benar benar hama? Pernahkah manusia berpikir melalui sudut pandang kami?

Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) merupakan salah satu primata dunia lama yang masuk kedalam famili Cercopithecideae. Monyet ekor panjang memiliki daerah persebaran yang sangat luas (kosmopolitan), monyet ini dapat dijumpai di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Lombok, Myanmar, Thailand dan  Filipina. Peran monyet ekor panjang di alam adalah sebagai penyebar biji, tapi seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia, maka peranannya mengalami perubahan menjadi musuh petani atau masyarakat.

Ya.. sebagian besar masyarakat di berbagai daerah menganggap nya sebagai hama. Sudah cukup banyak tulisan dan penelitian mengenai konflik antara masyarakat dengan monyet ekor panjang ini. Salah satu konflik tersebut terjadi juga di Jakarta, seperti di kawasan SM (Suaka Margasatwa) dan  HL (Hutan Lindung) Muara Angke, Jakarta Utara.

Beberapa penelitian mengkaji penyebab terjadinya konflik antara masyarakat dan monyet ekor panjang. Salah satu penyebab utamanya adalah rusaknya habitat alami satwa liar karena aktivitas manusia yang menjadikan hutan sebagai lahan pertanian maupun lahan industri dan perumahan. Hilangnya habitat tempat satwa liar beraktivitas  membuat satwa tersebut beradaptasi dan memanfaatkan sisa  habitat dengan luasan yang relatif kecil dan pakan yang tidak mendukung. Ruang gerak satwa liar pun semakin sempit, dalam hal ini monyet ekor panjang mencari ruang gerak baru hingga sampai ke pemukiman penduduk dan mengakibatkan konflik antara masyarakat dan satwa liar.

Ketika kita mengkaji kembali penyebab monyet tersebut mengalami pergeseran ruang gerak hingga ke pemukiman, apakah mereka benar-benar hama bagi masyarakat? Bukankah mereka seperti itu karena perbuatan manusia juga?

Sebaiknya kita mulai berfikir bagaimana mengatasi konflik antara masyarakat dan satwa liar agar tidak terus menerus membuat satwa liar semakin terdesak hingga akhirnya mungkin suatu saat mengalami kepunahan di masa yang akan datang.  

Sumber: Berbagai sumber

Tentang Penulis
Putri Diana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2016-02-04
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *